Shania pergi dari kantin rumah sakit tersebut, lalu menghentikan taksi yang melintas di depan rumah sakit.
Shania kecewa pada kedua sahabatnya. Mengapa mereka menyembunyikan masalah ini, padahal Nara tadi berbicara bahwa masalah ini berkaitan dengan Shania. Mereka berbicara dihadapan Shania dengan pembahasan yang selalu Shania tanyakan pada mereka, namun tak kunjung di jawab oleh keduanya. Mereka selalu berusaha menyembunyikan jawaban - jawaban tersebut dari Shania.Setelah berputar cukup lama bersama supir taksi, dan tidak tau kemana arah yang ia tuju, akhirnya Shania meminta supir taksi tersebut berhenti di depan tukang nasi goreng pinggir jalan.
"Pak saya pesen nasi gorengnya satu ya, pedes banget," ucap Shania.Tempat nasi goreng ini berada di pinggir jalan dengan lapak yang kecil, dan kursi yang terbatas. Shania terus mencari meja yang kosong, namun tidak ada. Semua meja sudah diisi oleh orang - orang yang lebih dulu datang. Setelah melihat semua meja yang terisi itu, Shania memilih meja yang baru diisi oleh satu orang saja.
Orang yang memakai hoddie hitam disertai topi hitam yang ia kenakan itu, tidak merasa terganggu oleh kehadiran Shania. ia terus fokus terhadap ponsel yang berada di tangannya. Namun Shania tidak peduli yang terpenting ia bisa duduk dengan tenang dan makan dengan enak. Karna walaupun sedih, perutnya tetap minta untuk diisi.
"Dek, ini ya nasi gorengnya. Ini yang pedes ini yang enggak," kata penjual nasi goreng yang membawa dua piring nasi goreng itu. Lelaki dihadapan Shania mendongak dan melepas topi yang berada di kepalanya. Saat itu juga Shania terkejut. Bahwa yang dihadapannya adalah orang yang akhir - akhir ini bisa membuatnya naik darah.
"Pantes aja cuek banget. Ternyata lo, kutub," kata Shania berusaha mencairkan suasana.
Rezzi mengambil sendok dan garpu yang berada di hadapannya tanpa peduli omongan Shania."Uh gila kok beneran pedes ya. Padahal gue kan cuma bercanda," kata Shania dan benar - benar membuat Rezzi membelalakan matanya namun dengan cepat merubahnya lagi menjadi datar. 'Gila nih orang, pedes di bikin becanda,' batin Rezzi.
Rezzi terus berusaha tidak peduli, tapi matanya malah ingin menatap gadis di hadapannya. Wajah Shania sudah memerah, dan ia pun minum dengan tiada hentinya. "Lo suka pedes?" akhirnya Rezzi memecahkan rasa tidak pedulinya saat melihat Shania yang sudah gelagapan karna kepedasan.
"Enggak, Cuma tadi gue lagi kesel ya udah mesennya pedes banget tapi gue gak serius sebenernya eh si abangnya malah serius," kata Shania dengan mulut yang celangap - celangap akibat kepedasan.
Tanpa disangka, saat Shania akan menyuap satu sendok berikutnya, lengan Rezzi lebih dulu menahan lengan Shania. Shania yang merasakan itu tiba - tiba, langsung menatap Rezzi bingung. Namun Rezzi tidak peduli tatapan bingung Shania, ia malah mengambil sendok yang berada di lengan Shania, lalu menaruhnya kembali di atas piring. Shania hanya bisa melihat perlakuan Rezzi dalam diam. Tanpa di duga, Rezzi menukar piring nasi goreng Shania dengan miliknya.
Rezzi langsung menyantapnya. Namun Shania masih diam dengan lengan yang masih menggantung di udara.
"Gak usah bengong, makan!" suara Rezzi menyadarkannya dari lamunan yang membuat jantungnya berdetak. "Eh? Iya Rez. Eh tapi itu pedes banget loh." ucapan Shania sedikit tergagap."Gue suka pedes."
Shania mengernyitkan dahinya. "tapi kok nasi goreng lo gak pedes ya?"
"Gue juga mesennya gak serius cuma becanda." Shania tertawa atas jawaban Rezzi. Rezzi bingung melihat itu lalu mengernyitkan dahinya. "Kenapa?"
"Ternyata lo sama gila nya sama gue." Shania terus tertawa menyadari bahwa mereka gila karna pesan nasi goreng dengan candaan. Jelas saja tukang nasi goreng tersebut menganggapnya serius. Rezzi yang melihat Shania tertawa, ia pun ikut tersenyum. Walaupun sangat tipis.
Tapi entah apa yang dipikirkannya saat melihat Shania tertawa, ataupun Shania cerewet bisa membuatnya lupa akan masalah yang di alami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Teen Fiction[REVISI SETELAH CERITA BERAKHIR] "Mencintai dia sama hal nya saat gue mencintai salah satu bintang di langit tapi gak pernah bisa buat gue sentuh bahkan gue gapai. Tapi gue tetap setia di bawah sini buat liat dia walau rasanya cuma bisa mandang dari...