Warna bola basket itu kayak kamu.
Cerah.
Seperti senyummu saat aku bisa membuatmu tersenyum karenaku.
***
Dug... Dug.. Dug
Suara pantulan dari bola oranye di lapangan indoor ini terdengar menggema. Suara sepatu saling berdecit saut-menyaut pun tidak kalah terdengar.
Terhitung ada banyak orang yang sedang berada di ruangan ini. Lapangan indoor ini dipenuhi oleh murid-murid yang sedang berlatih. SMA Prisma Jaya mempunyai tiga lapangan. Satu lapangan indoor untuk basket, dan dua lapangan outdoor untuk futsal dan lapangan upacara.
Setiap ekskul hanya diperbolehkan berlatih di hari sabtu. Sekolah ini juga memiliki ruangan khusus tersendiri untuk setiap ekskul. Mereka juga dibekali alat-alat yang memadai yang dibutuhkan untuk ekskul tersebut.
Kepala sekolah SMA Prisma Jaya mengatakan; ia ingin menjadikan siswa-siswi disini, selain pintar dalam hal akademik tapi juga mereka dapat mengembangkan bakatnya dalam bisang non-akademik.
Maka dari itu sekolah ini menjadi sekolah favorit di Jakarta karena kualitasnya.
Sudah lebih dari dua jam Shania duduk di tribun bagian tengah. Di depannya terlihat pemandangan seseorang yang sudah sangat dikenalnya yang sedang melatih beberapa junior.
Shania tidak memperhatikan orang itu, tetapi pikirannya melayang memikirkan bagaimana caranya ia membuat Rezzi --adik kelasnya yang super duper menyebalkan baginya itu meminta maaf kepadanya.
Awalnya Shania tidak tahu bahwa ada Rezzi, cowok dingin menyebalkan ini ikut berada disini. Shania pikir Arga hanya meminta menemaninya untuk bermain basket bersama teman-temannya. Tetapi ia lupa, hari ini hari pertama dimana para junior mengikuti kegiatan ekskul.
Shania sendiri tergabung ke dalam ekskul paduan suara. Sedari kecil Shania memang hobi menyanyi. Suaranya dapat terbilang merdu. Maka dari itu, ia ditunjuk menjadi ketua.
Shania sendiri tidak mempermasalahkan itu, ia senang karena dapat menerima tanggung jawab menjadi ketua. Ia juga sering ditunjuk menjadi vokalis jika ada acara hiburan di sekolah.
Paduan suara sendiri berlatih pada jam sebelas pagi. Maka dari itu, Shania masih berada di lapangan basket bersama Arga.
“Oke. Sekian latihan kita hari ini semoga bermanfaat ya,” ucap Arga selaku ketua tim basket.
Seluruh anak basket disana berhamburan. Ada yang menyudahinya dengan mengambil tas masing-masing, ada yang memilih beristirahat sejenak, dan ada yang masih melanjutkan bermain baket seperti Rezzi dan Agam.
Arga mengedarkan pandangannya mencari seseorang. Pandangannya berhenti dan sudut bibirnya terangkat sedikit. Ia lalu berjalan menghampiri orang itu.
“Lo ngapain sih duduk di tengah tribun gini?" tanya Arga "padahal di depan kosong."
”Terus juga jadi jauh jemp-“ ucapannya terpotong karena Shania menempelkan telunjuknya di depan mulut Arga.
“Syuttt diem gue lagi mikir,” katanya.
Saat Shania mulai berpikir lagi, Arga memilih diam. Wajah Shania menjadi serius bila diperhatikan. Ia memperhatikan setiap inci dari wajah Shania. Mata yang berwarna coklat terang, hidung yang mancung, dan bibir yang berwarna merah alami itu sangat pas untuk Shania. Diam-diam Arga tersenyum samar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay or Leave
Teen Fiction[REVISI SETELAH CERITA BERAKHIR] "Mencintai dia sama hal nya saat gue mencintai salah satu bintang di langit tapi gak pernah bisa buat gue sentuh bahkan gue gapai. Tapi gue tetap setia di bawah sini buat liat dia walau rasanya cuma bisa mandang dari...