32 - Rahasia

388 17 4
                                    

“Aku ngerti kalau perasaan kamu masih buat dia. aku tau aku Cuma penghancur diantara hubungan kalian. Tapi gak gini caranya. Kalau kamu sayang sama dia, bilang ke aku. jangan main belakang gini! Mau gimana pun aku ini istri kamu,” bentak wanita itu dengan air mata yang sudah berjatuhan di pipinya.

“Maaf kalau semua ini nyakitin buat kamu. tapi aku masih sayang sama dia. dan perasaan aku emang buat dia. gak ada yang bisa gantiin,” jawab lelaki dihadapannya.

“Oke kalau kamu sayang sama dia. silahkan kamu sama dia, aku mundur.” wanita itu pun bergegas pergi ke kamarnya untuk membereskan barang – barangnya. Setelah itu ia keluar dan berniat memabawa anaknya yang masih berumur 1 tahun. Namun dengan cepat lelaki yang menetap sebagai suaminya, Malah menahan lengannya. “Kenapa?”

“Dia biar tinggal sama aku.”

“Kamu sadar gak sih? Dia masih satu tahun dan dia masih butuh aku.”

“Tapi akan ada ibu tirinya yang nanti mengurus dia.”

“aku gak yakin istri sirih kamu itu akan jaga dia. biar aku yang ngurus dia!”

“Taro dia di tempat tidurnya. Jangan macem – macem,” ucap lelaki itu tegas. Wanita tersebut hanya bisa menaruh kembali anaknya yang sedang tertidur. Dan melangkah gontai keluar.

“Arghh, kenapa aku bodoh sih, Harus ninggalin anakku sendiri? Gimana keadaan dia sekarang?” gumam wanita paruh baya itu saat mengingat masalalunya.

-0-

Danau serta pepohonan dihadapan Shania dan Arga, sangatlah indah. Membuat keduanya menikmati pemandangan tersebut dengan semilir angin yang menyapu wajahnya.

“Gue ngerasa tenang kalau kesini,” kata Arga yang sedang memejamkan matanya menikmati semilir angin. Shania memalingkan wajahnya menghadap Arga. “Kenapa?” tanya Shania yang duduk disebelah Arga dengan wajah yang sudah menghadap Arga.

“Karna disini itu suasananya tenang.” Shania terdiam tidak menyahuti omongan Arga. “Shan,” panggil Arga. Shania masih menatap Arga. Arga yang sudah membuka matanya langsung menghadap Shania dan menatapnya. Shania hanya menaikkan sebelah alisnya.

“Lo gak mau nanya kenapa gue gak pulang kemaren?” Shania menggeleng. “Gue gak akan nanya,” sahut Shania.

“Kenapa? Biasanya kan lo suka kepo. Apalagi kalau muka gue udah bonyok,” tanya Arga bingung. “Gue tau masalah lo yang ini beda, buktinya gak ada bonyok di muka lo kan. Dan mungkin lebih privasi. Maka dari itu gue gak mau nanya. Karna gue gak mau lo ngerasa kalau privasi lo udah gue ganggu,” kata Shania dengan senyumnya, “Tapi, kalau lo siap ceritain ke gue masalah yang ini, gue bakal dengerin kok,” kata shania dengan senyum yang antusias.

Arga tersenyum mendengar penuturan Shania. Ia memang beruntung memiliki sahabat seperti Shania. Shania satu – satunya orang yang memang paling mengerti keadaan Arga.
“Pas malem dimana Bang Alfha pulang, gue berantem sama Papa,” ucap Arga sambil menatap kosong kedepan, “Dia nuduh gue berantem dan suka cari masalah. Sebenernya Papa berantem gak sama gue aja sih. Tapi sama bang Alfha juga,” kata Arga dengan menoleh ke arah Shania sebentar, lalu menghadap kedepan lagi, “Tapi gue ngerasa Cuma gue yang disudutkan disitu. Gue benci Shan keadaan dimana gue dan Abang gue dibandingkan. Mereka selalu nuduh gue yang salah, gue yang nyebabin semuanya. Padahal kenakalan abang gue itu lebih dari gue. gue selalu dikekang dengan peraturan Papah. Tapi Abang gue? dia bisa keluar sesukanya bahkan tinggal diluar. Dan satu fakta yang baru gue tau kenapa bang Alfha bisa bertahan diluar dan kuliah tanpa papah kasih uang.” Arga menarik nafas lalu membuangnya dengan kasar. “Mama ngasih dia apartemen, dan selalu ngirimin uang setiap bulannya tanpa papa tau.”

Stay or LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang