27 - Arga lelah

550 30 0
                                    

Rezzi terus berlari menyusuri koridor sekolah, ia ingin berbicara dengan Kaila. Rezzi yakin bahwa Kaila masih berada tidak jauh dari sekolah.

Namun sayang saat Rezzi sampai di gerbang sekolah, mobil toyota camry hitam yang ia yakini adalah mobil Kaila, sudah berjalan cukup jauh. Masih dengan nafas terengah, Rezzi langsung bergegas pergi ke parkiran untuk mengambil motornya yang baru keluar dari bengkel kemarin.

Hembusan angin menerpa kulit Rezzi. Ia membawa motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Menyalip kendaraan di depan nya tanpa ragu sampai akhirnya ia menemukan mobil hitam tersebut terparkir di pinggir jalan dekat mini market.

Namun Rezzi tidak melihat adanya Kaila di sana. Yang ia lihat hanya lelaki yang umurnya berkisar 40-an dengan baju hitam khas supir sedang berdiri sambil memainkan ponsel.

Rezzi turun dari motor dan menghampiri sang supir berniat untuk menanyakan Kaila.

"Permisi, Pak." Rezzi dengan sopan membungkukkan sedikit badannya untuk menghormati.

Si Bapak yang dimaksud menoleh merasa terpanggil. "Iya, ada apa dek?"

"Ini bener mobilnya Kaila, Pak?" tanya Rezzi tanpa ragu.

"Iya benar. Tapi Non Kailanya tidak ada di sini. Non Kaila sudah pergi ke halte bus karena ban mobil ini pecah. Kalau boleh tau ada urusan apa ya mas?"

Rezzi mengangguk dan tersenyum kecil. "Enggak. Makasih ya, Pak."

Rezzi langsung menjalankan kembali motor nya. Sambil sesekali matanya menyusuri jalanan melihat-lihat siapa tau Kaila belum terlalu jauh.

Beruntung Kaila masih berada di sana. Setelah Rezzi memarkirkan motornya di samping halte, ia langsung menghampiri Kaila yang saat ini tidak sadar akan keberadaan Rezzi.

Merasa diri nya di perhatikan, Kaila menengadah dari ponselnya. Melihat sosok yang sangat familiar di matanya berdiri menjulang di hadapan.

Sosok itu tersenyum pada Kaila. Walaupun senyum itu tipis tapi senyum itu yang Kaila rindukan. Senyum itu yang bisa membuat Kaila tenang, Namun senyum itu juga yang mengingatkan Kaila akan hal pahit yang Rezzi berikan padanya.

Kaila merasa matanya memanas. Namun ia tidak boleh lemah ia menahan agar air mata itu tidak jatuh di hadapan Rezzi. Entah mengapa perasaan ini selalu membuatnya merasakan bahagia yang menyesakkan. Kaila benci perasaan ini.

"Sendiri?" tanya Rezzi yang saat ini matanya masih menatap Kaila dengan intens.

Sekali lagi Kaila benci ditatap seperti itu.

Kaila tidak menjawab ia malah memalingkan wajahnya saat sadar bahwa ia dan Rezzi saling tatap.

"Aku anter pulang ya," ucap Rezzi lagi. Namun masih sama tidak ada jawaban dari Kaila. Ia masih bergeming dengan pikirannya yang rumit.

Kaila bangkit dan bergeser sedikit ke kanan untuk memudahkannnya berjalan karena di hadapannya terdapat Rezzi. "Bus nya udah dateng. Aku duluan."

Kaila beranjak dengan cepat. Namun dengan cepat juga Rezzi menahan lengan Kaila. Kaila menatap lengannya yang di genggam Rezzi lalu beralih pada Rezzi. Kaila menggoyangkan lengannya pelan. "Lepasin nanti aku ketinggalan bus."

"Bagus. Biar aku yang anterin kamu," kata Rezzi datar namun ada nada penekanan di sana.

Kaila menghempaskan lengan Rezzi dengan kasar sehingga terlepas. Ia pun berjalan cepat menuju bus tersebut dengan satu bulir air mata yang sudah jatuh ke pipi kirinya tanpa Rezzi tau.

Rezzi menghela nafas lelah. "Kai, maafin aku," lirih Rezzi saat Kaila sudah naik dan busnya perlahan berjalan pergi. Rezzi menatap sendu bus yang membawa Kaila hingga hilang dari pandangannya.

Stay or LeaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang