Part 8

1.3K 120 0
                                    

Sepulang sekolah, Kinal melihat veranda sibuk dengan HP-nya. Beberapa kali dia menekan tombol dan mencoba, tapi tiap kali pula gagal.

"Telpon siapa?" tanya Kinal, walau dia tau itu bukan urusannya.

"Papa dan mama, tapi kok nggak nyambung-nyambung ya?" jawab veranda.

"Bukannya mereka masih di korea?"

"Iya sih, tapi kan biasanya mereka tetap masih bisa dihubungi, apalagi mama. Dia nggak pernah matiin HP-nya walau diluar negeri."

"Emang ada masalah yang penting sehingga nggak bisa menunggu mereka ke tanah air?"

Veranda menatap kinal dengan tajam. Iya! ini masalah yang penting dan ngga bisa ditunda! tiket konser Xlife lebih penting daripada segalanya! batin veranda.

Selesei mengerjakan PR dan karena kelelahan mencoba menelpon kedua orangtuanya, veranda akhirnya tidur lebih cepat. Jam delapan malam dia sudah berada di alam mimpi, bahkan veranda belum sempat makan malam.

"Anak itu, kalo ada maunya harus cepat terpenuhi," ujar kakek yang tahu apa yang jadi keinginan veranda, Kinal yang cerita.

***

Setelah makan malam, kinal pergi keluar rumah, tentu saja setelah memberi tahu kakek dan nenek veranda.

"Saya akan ke posko," kata kinal pada dua orang anggota paspampers yang menjaga didepan rumah. Sambil merapatkan jaket menahan udara dinginnya malam, kinal berjalan sendiri menyusuri jalan di kompleks perumahan.

Rumah yang cukup besar itu terlihat sepi. pagar kayu setinggi dua setengah meter membuat apa yang ada di dalam pagar tidak terlihat dari luar. Penduduk di perumahan sehari-harinya mengenal rumah ini sebagai tempat kos bagi mahasiswa dan karyawan pria.

Pandangan kinal tertuju pada pelat nomor rumah dari bahan akrilik berwarna merah. Tanda nomor lima belas itu masih baru, bau catnya masih menyengat.

Tangan mungil kinal meraba bagian belakang pelat nomor rumah. Ada tombol untuk mengaktifkan interkom tersembunyi dibaliknya, kinal mendekatkan kepalanya ke arah pelat.

"Kinal, JX72581692," ujar kinal.

Dia harus menunggu sekitar dua puluh detik sebelum pintu pagar terbuka otomatis, kinal masuk sebelum pintu pagar terbuka sempurna. Baru beberapa langkah menginjakan kaki di halaman, sesosok bayangan menyerang kinal dari arah samping kanannya. Walau sempat kaget, kinal dapat mengelak dan membalas serangan tersebut dengan tendangan kiri, membuat penyerangnya terjungkal.

"Gayamu udah basi, Indra....," kata kinal.

yang menyerang kinal ternyata cowok yang usianya sebaya dengannya. Beberapa saat setelah menguasai diri, cowok yang dipanggil indra tersebut melemparkan sesuatu ke arah kinal.

"Sialan kamu, kin. Kamu mau bunuh aku?"

Kinal mencabut pisau kecil yang dilemparkan indra yang menancap pada pagar kayu di belakangnya. Saat itu sosok bayangan lain entah dari mana kembali menyerang gadis itu.

"Cukup!"

Kinal berdiri dibelakang indra sambil menodongkan pisau kecil milik indra ke leher cowok itu.

"Mau diterusin?" tanya kinal.

"Kami hanya menguji apakah agen terbaik jatayu mulai lembek setelah tinggal di rumah besar," kata cowok kedua, Kinal mengenalnya sebagai bayu.

"aku selalu berlatih setiap malam," jawab kinal sambil melepaskan cekalannya pada indra, lalu dia melangkah kearah pintu.

"Ada apa?" tanya bayu lagi.

First GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang