Part 16

1K 114 0
                                    

Kafe Meridian di Dago atas...

Malam minggu ini, kafe yang terletak di utara Bandung ini ramai. Bukan saja karena letaknya strategis, di tempat anak muda bandung hang-out mengahbiskan weekend, kafe itu juga memberikan diskon hampir lima puluh persen untuk semua makanan dan minuman dalam rangka soft opening.

"Lo yakin bakal masuk?" tanya Shania pada veranda.

"Emang kenapa?" Veranda balik bertanya.

"Ini kan kafe pamannya Nadse," jawab Shania.

"Iya, gue tau..,"

"Terus kenapa lo mau masuk?" tanya shania lagi.

"Ya ampun.. Lo kepo banget deh," gerutu veranda. "Kalo ini kafe punya pamannya Nadse, emang kenapa? apa gue ngga boleh masuk? toh gue sama kayak pengunjung lain. Gue pesen makan dan minum. Bayar, terus kenapa gue nggak boleh masuk? Gue kesini juga di undang Devan kok."

Veranda akhirnya memang mengetahui hal yang sebenarnya. Walau masih sangsi dengan niat Nadse, veranda berusaha maklum. Apalagi Devan juga kelihatannya bersikap biasa dan tidak menjauhi dirinya. Tadi disekolah Devan mengundang Veranda untuk datang ke kafe, melihat langsung dia dan bandnya manggung, Veranda menyanggupi ajakan tersebut.

Veranda langsung masuk. 

"Eh... ve..." Shania mencoba mencegah, tapi tangannya dipegang jeje yang sedari tadi hanya diam.

"Udah.. nggak papa, kan udah ada kinal dan yang lainnya," kata jeje menenangkan shania, sambil matanya melirik ke arah kinal yang bergegas menyusul veranda. Jeje juga sempat melihat Yama dan anggota Jatayu lainnya di sekitar sana.

Walau suasana ramai, Veranda dan teman-temannya bisa mendapat meja, bahkan mendapat meja dekat panggung. Sepertinya memang meja itu sudah di siapkan oleh seseorang.

"Kamu datang juga," sapa Devan yang melihat kedatangan veranda.

"Eh.. Iya, Kak..," balas Veranda dengan gugup.

"Duduk aja dulu ya.. Bentar lagi baru aku manggung. Udah pesan minum? atau makan?" tawar Devan, seakan-akan dialah pemilik kafe ini.

"Iya kak, nanti kita pesan minuman," jawab veranda sambil melirik shania dan jeje yang sedang (pura-pura) sibuk melihat-lihat daftar menu yang tersedia di meja. Hanya kinal yang tetap diam, pandangannya terarah pada veranda.

"Yaudah, aku siap-siap di belakang panggung dulu," kata Devan kemudian.

Veranda hanya tersenyum manis. 

"Bunga Satu, target dua berada pada arah jam lima."

Kinal kontan menoleh ke arah kanan belakang dirinya, dan melihat Nadse bersama kedua temannya.

***
"Anak presiden itu berani juga datang kesini, dapet meja depan panggung lagi," rutuk nadse sambil menatap nanar ke arah Veranda.

"Terus lo mau apa nad? jangan bertindak bodoh. Ingat dia anak siapa," Desy kembali memperingati Nadse.

"Iya, Nad... gue jadi takut nih! Mending lo biarin aja deh tu anak," sambung manda.

"Nggak bisa, lo kira gue rela usaha gue buat ngedapetin Devan diserobot tuh anak? gue udah capek-capek membujuk papi untuk membeli dan merenovasi kafe ini, supaya gue bisa selalu dekat dengan Devan. Tapi, kalo tuh anak nekat juga masih ngedekatin Devan disini, gue nggak akan tinggal diam," sahut Nadse.

Rupaya kafe ini milik nadse, bukan milik pamannya seperti yang dia bilang pada Devan.

"Dan, lo berdua nggak usah khawatir, gue nggak sebodoh itu ngadepin dia. Langkah pertama, gue akan bikin dia cepat cabut dari sini," Lanjut Nadse.

***

Devan dan bandnya akhirnya tampil, awalnya mereka membawakan lagu band-band terkenal dari dalam dan luar negeri. Walau berstatus band sekolah, ternyata permainan mereka cukup apik. Tidak kalah dengan band profesional. Apalagi Devan, energinya seakan tidak habis untuk terus melantunkan lirik-lirik lagu yang sebagian bertema cinta. Hampir setiap saat mata pemuda itu tertuju pada Veranda yang juga hampir tidak berkedip menatapnya.

"Cie... cie.. yang lagi main pandang-pandangan...," goda Shania.

Veranda hanya tertunduk malu.

***

Nadse masuk ke belakang kafe bersama seorang karyawan kafe. Di sebuah ruangan kecil dekat dapur terdapat instalasi listrik dengan sekring utama yang mengatur seluruh aliran listrik di kafe.

"Benar mau dimatiin, mbak? tanya karyawan tersebut.

"Iya matiin saja," tegas Nadse.

"Tapi alasannya apa, mbak? kan nggak ada kerusakan? lagipula kafe sedang ramai. Bisa kabur pelanggan kita nanti," jawab si karyawan lagi.

"Udah! jangan banyak tanya, kamu masih mau kerja disini kan!" bentak Nadse.

Si karyawan tidak bisa membantah lagi, dia segera mendekati kotak sekring dan membukanya.

"Ayo cepat!" bentak nadse lagi melihat karyawannya masih ragu-ragu untuk mematikan listrik kafe.

Si karyawan kafe sudah meletakkan tangannya pada tuas sekring, ketika sebuah suara terdengar di belakang Nadse.

"Sebaiknya jangan melakukan itu.." Nadse dan karyawan menoleh, dan melihat Yama telah berdiri di dekat pintu ruangan.

"Eh ngapain lo di sini? Betewe, lo Yama, kan? temennya Devan?" tanya Nadse heran.

"Nad.. jangan lakukan itu, atau kamu akan menyusahkan dirimu sendiri," kata Yama.

"Heh ngomong apa lo? lagian kenapa lo ada di sini?" balas Nadse dengan suara tinggi. "Beni.. Usir dia!"  Karyawan yang di panggil beni itu bergerak maju mendekati Yama. Melihat itu yama segera mengeluarkan sesuatu dari saku jinsnya.

"Pasukan pengamanan presiden.." seru yama sambil menunjukan kartu pengenalnya.

Ucapan Yama membuat Nadse tersentak, beni juga menghentikan langkah.

"Di depan ada anak presiden. Kami bertanggung jawab atas keamanannya, dan berhak untuk mengambil tindakan yang di perlukan bila ada hal yang bisa mengancam keamanan dia, termasuk menangkap dan menahan orang yang ingin melakukan hal tersebut," lanjut Yama dengan nada tegas.

***

I see forever when I look in your eyes You're all I ever wanted, I always want you to be mineLet's make a promise 'till the end of timeWe'll always be together, and our love will never die


So here we are face to face and heart to heartI want you to know we will never be apart Now I believe that wishes can come true' Cause I see my whole worldI see only you


When I look into you eyesI can see how much I love you And it makes me realize When I look into your eyesI see all my dreams come trueWhen I look into your eyes


I've looked for you all of my life Nowthat I've found you, we will never say goodbye I can't stop this feeling and there's nothing Ican do'Cause I see everything, when I look at you 

(When I Look Into Your Eyes - Firehouse).

Tepuk tangan riuh membahana begitu Devan selesei membawakan lagu lawas milik grup firehouse yang iramanya mendayu-dayu. Apalagi Devan membawakannya penuh penghayatan, walau Devan tidak menyebutkan untuk siapa lagu itu di persembahkan, Veranda tahu Devan sengaja menyanyikan lagu tersebut untuk dirinya. Tanpa terasa mata veranda  berkaca-kaca sambil membalas senyum Devan.

"Ancaman telah di netralkan, paket telah aman." terdengar suara yama melalui communicator di telinga Kinal. Kinal menoleh ke belakang, dan mendapati Yama berdiri sambil mengacungkan jempolnya. 

.

.

.

TBC

First GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang