Part 2

2.2K 170 2
                                    

Jakarta, sepuluh tahun kemudian.

Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.  

tepuk tangan riuh menggema di seluruh gedung, bersamaan dengan usai nya pengucapan presiden terpilih. Hari ini memang hari yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Presiden baru yang lahir dari pemilihan umum yang demoktratis telah terpilih. Tepuk tangan sekitar lima ratus orang anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang hadir di gedung MPR/DPR seolah menyiratkan dukungan dan harapan seluruh rakyat Indonesia kepada presiden yang baru.

Bandung, di saat yang hampir bersamaan.

"Ve... Veranda!"

veranda yang sedang asik dengan HP-nya menoleh saat shania mencoleknya.

"Apaan sih?" tanya Veranda ketus.

"Bokap lo ada di TV tuh!" sahut Shania.

veranda menoleh ke arah TV yang di pasang di kantin sekolah, tempat mereka berada saat ini.

"Terus kenapa?" tanya veranda tak acuh.

"Bokap lo keren juga.. Gue ngga nyangka dia bisa kepilih jadi presiden," ujar jeje yang duduk di samping Veranda.

"Jadi, lo sekarang udah resmi jadi anak presiden dong.. keren," balas shania lagi.

"Nggak usah lebay deh, biasa aja kaleee," jawab veranda.

*******

saat bel tanda sekolah berakhir, veranda diminta datang ke kantor kepala sekolah.

"Ada apa, pak?" tanya veranda pada pak iwan, guru bahasa indonesia yang mengajar di jam terakhir.

"Bapak sendiri tidak tahu. Tapi, katanya kamu jangan pulang dulu," jawab pak iwan.

penasaran, veranda segera menuju kantor kepsek diikuti kedua sahabatnya, Shania dan Jeje.

"Emang ada apa, ve?" tanya shania heran.

"mene ketehe...," jawab veranda.

"Lo ngga bikin salah, kan?" tanya jeje lagi.

"apa ini ada hubungannya dengan bokap lo," sambung Shania.

"iya, kali," kata veranda cuek.

langkah mereka terhenti di depan kantor Kepsek. Di luar kantor itu ada dua pria berambut cepak dan memakai baju hitam-hitam. Pada telinga kanan kedua orang itu terdapat alat komunikasi seperti earphone. Mereka menatap veranda dan teman-temannya.

"Bener kan dugaan gue. Ini pasti ada hubungannya dengan bokap lo," ujar Shania.

Shania mengamit lengan Jeje, dan mereka berdua tiba-tiba berhenti.

"Kenapa, lo berdua ngga ikutan masuk?" tanya veranda.

"Ngga deh, lo aja, kan lo yang dipanggil, kami berdua nunggu di luar aja," jawab Shania.

"Iya ve, kami diluar aja," sambung Jeje.

"Ah.. lo... Tapi, lo berdua jangan pulang dulu, ya?" gerutu Veranda.

"Iya," sahut Shania dan Jeje berbarengan.

******

"Tinggal di istana?"

veranda hampir-hampir tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya dari mamanya melalui HP.

"Benar syang,  kamu kan tau, sebagai presiden papa harus tinggal di Istana Negara. Papa ingin semua keluarganya ikut tinggal disana, termasuk kamu," kata mamanya disebrang telpon.

First GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang