Part 7

1.2K 133 0
                                    

"Jangan, Devi"

Peringatan tersebut tidak dihiraukan oleh gadis berusia tiga belas tahun itu. Dia tetap maju menerjang anak laki-laki yang dua tahun lebih tua darinya. Tendangan dan pukulan pun menerpa tubuh anak laki-laki itu, sehingga terjerembab di lantai yang keras dan dingin.

"CUKUP!"

suara seorang wanita menghentikan gerakan Devi. Lettu melo berdiri dibelakang kedua anak yang sedang berkelahi itu, dialah yang menghentikan perkelahian lebih lanjut.

"Letnan, dia..."

"Cukup, Devi! segera keruangan saya!" potong lettu melo.

lima menit kemudian Devi telah berada di dalam ruangan Lettu melo, duduk diatas sofa empuk berwarna hijau muda. Lettu melo duduk di sofa lain, menatap tajam pada gadis di hadapannya.

"Berapa kali dalam sebulan ini kamu mendapat hukuman karena berkelahi?" tanya Lettu melo sambil tetap menatap Devi dengan tajam.

"Empat kali, Bu..."jawab Devi lirih.

"Bukan empat, tapi lima. Dan akan jadi enam kalau kamu tidak bisa mengubah sifatmu itu," tukas Lettu melo.

"Tapi, iwan yang mulai duluan..."

"Iwan juga akan mendapat sanksi. Tapi, disini kita bicara soal emosimu yang tidak bisa kamu kendalikan, mengerti?"

Devi terdiam. "Ini institusi militer. Disini disiplin harus ditegakkan dengan keras. Dengan pelanggaran sebanyak ini, seharusnya kamu sudah dikeluarkan disini," lanjut lettu melo. "Tapi, saya masih membela mu, kenapa? karena diantara yang lain, kamu termasuk yang terbaik. Nilai-nilai latihanmu selalu paling tinggi, kamu bisa jadi agen yang baik nanti. Karena itu kami mempertahankan kamu sembari berharap kamu akan mengubah sifat kamu menjadi lebih baik. Tapi, jika kamu tidak bisa mengendalikan emosimu seperti tadi, saya tidak bisa lagi membelamu dan dengan sangat menyesal kami terpaksa akan mengeluarkanmu dari sini."

Devi masih terdiam tidak bisa berkata-kata. "Belajarlah mengendalikan emosimu, sebelum hal itu merugikanmu," tandas lettu melo.

********

"Hah? bener mereka mau manggung di sini?" tanya veranda.

"Yeee... kirain lu udah tau. Emang lo kemana aja?" jawab Shania.

"Gue tau mereka mau manggung di jakarta, tapi gue ngga nyangka mereka mau manggung di bandung juga," ujar Veranda.

"Perubahan rencana. Nih, baca" jawab Shania sambil mengulurkan selembar pamflet yang berisi informasi tentang konser musik band grunge asal inggris, Xlife.

"Wah, seminggu lagi, shan. Kira-kira tiketnya masih dijual nggak, yah?" tanya veranda.

"Udah sould out...," jawab shania dengan raut wajah kecewa.

"sould out? terus ngapain lo kasih tau gue sekarang ?" balas veranda.

"Yaaahhh... bokap lo kan presiden. Pasti bisa lah minta tiket ekstra untuk kita. Gue denger kalo konser-konser gini ada jatah khusus untuk pejabat dan keluarganya," jawab shania.

"shania udah ikut ngantre, tapi kehabisan," ujar jeje yang sedari tadi hanya diam.

"Oh... jadi lo pernah mau beli tapi ngga dapet. Dan lo ngga ngasih tau gue," semprot veranda.

"Bukan gitu, bukannya gue ngga mau ngasih tau lo... Tapi kan waktu itu lo sakit, jadi percuma juga kan, lo ngga bakal bisa ikut. Gue rencananya juga mau beliin lo kok," elak shania.

"Aaahh.. ngeles aja lo. Dan sekarang setelah ngga dapet, lo minta bantuan gue" kata veranda.

"Tolong dong, ve.. kapan lagi gue bisa liat Xlife manggung disini?" bujuk shania.

Veranda memang kesal dengan shania yang tidak memeberitahukan soal Xlife, tapi dia juga tidak tega melihat wajah temennya memelas seperti itu. Apalagi dia juga sudah lama ingin melihat penampilan Xlife, band favoritnya.

"Oke.. gue usahain. Tapi gue nggak janji ya, lagian bokap gue sekarang lagi ke luar negeri dan baru balik dua hari lagi. Jadi tunggu aja," jawab veranda akhirnya.

"yaaaa... veranda... tolong usahain yaaa...."

"iya... iya.."

*******

Pulang sekolah, veranda melihat devan di dekat pintu gerbang. Dia segera menghampiri cowok itu. shania dan jeje yang sedang bersama veranda segera mengerti dan menyingkir. Tapi, kinal tetap berada di tempatnya, sampai shania harus menyenggol lengannya.

"Give her privacy...," ujar shania lirih di dekat telinga kinal.

Kinal melangkah menjauhi veranda, tapi hanya beberapa meter. Dia duduk di bangku yang ada diujung koridor sekolah, mata tetep tidak lepas dari veranda.

"Heh, disuruh minggir malah duduk disini," kata shania sedikit ketus.

"Udahlah shan, ini juga udah jauh. Kita lewat pintu samping aja yuk..," jeje menenangkan shania. Dia lalu menoleh pada kinal "Lo mau nungguin disini?"

Kinal mengangguk.

"Yaudah, nanti bilangin ke veranda kalau kami berdua udah pulang duluan, dan jangan gangguin dia ya," ujar jeje, lalu dia menarik tangan shania.

*******

"Hai...," sapa veranda.

Devan yang sedang mengobrol dengan temannya menoleh. "Hai..," balas Devan.

Veranda menatap teman Devan dengan memohon supaya meninggalkan dirinya berdua saja dengan Devan.

"Gue cabut dulu ya..," kata si teman Devan mengerti arti tatapan veranda.

"Oke, ma.. ntar lo kerumah gue aja sorean..." balas Devan. Cowok itu tersenyum sambil mengacungkan ibu jarinya pada Devan. 

"Yama... dia mau pinjem catatan pelajaranku yang dulu supaya bisa ngejar. Aku suruh suruh aja ambil ke rumah," ujar Devan.

"Yama, yang anak baru di kelas kamu," tanya veranda.

"Iya."

"Oooohhh."

******

Kinal memperhatikan veranda sambil mengutak-atik HP-nya. Bukan utak-atik sembarangan karena dia sedang mencari data seseorang melalui database yang dimiliki oleh Jatayu, BIN, Polri, bahkan Interpol. Data orang yang dicarinya adalah Devan Saputro alias Devan.

Ini dia! batin kinal saat layar HP-nya mulai manampilkan hasil pencarian yang diminta. Seketika itu juga wajahnya berubah.

Ini bisa jadi masalah! batin kinal.

.

.

.

.

TBC 

First GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang