Part 30

943 102 0
                                    

Letkol Melo meneguk minum ringannya sebelum memulai bercerita.

"Kamu pasti tau, pada awal pemerintahan orde baru, banyak aksi unjuk rasa dan ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah. beberapa aksi unjuk rasa itu berubah menjadi tindakan anarkis, antara lain peristiwa MALARI (MALapetaka Lima belAs januaRI) tahun 1974. Hal itu membahayakan jalannya roda pemerintahan yang usianya masih seumur jagung. Untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa, pemerintah membentuk beberapa institusi dan badan intelijen, yang tugasnya mengenali potensi-potensi gejolak sosial dan politik dalam masyarakat dan bertindak cepat mengatasinya sebelum berkembang. Kamu mungkin pernah membaca institusi militer dan intelijen yang dibentuk pemerintah saat itu..," Letkol Melo berhenti sejenak, melihat rekasi Vino, tapi Vino diam saja.

"Selain institusi dan lembaga resmi yang dikenal masyarakat, pemerintah diam-diam juga membentuk badan intelijen tidak resmi. tujuannya hampir sama dengan badan intelijen resmi. Bedanya, institusi ini masuk lebih dalam ke hampir seluruh elemen masyarakat. Anggota badan intelijen ini berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan direkrut dari muda sehingga bisa didoktrin agar selalu patuh dan setia pada pemerintah. Badan intelijen ini melapor langsung pada presiden.

"Dalam perkembangannya, badan intelijen ini tidak sekedar melaksanakan tugas intelijen, tapi juga sebagian fungsi pemerintah. Tidak hanya mencari dan memberikan informasi, badan intelijen ini juga menganalisis dan mengambil tindakan. Tidak hanya mengenai politik dan keamanan, tapi bidang lain seperti ekonomi dan sosial juga dipegang oleh mereka. Mereka menguasai semua aspek pemerintahan di negeri ini dan mengendalikannya sesuai keinginan pemerintah saat itu... Badan intelijen itu tidak punya nama resmi, tapi bisa disebut dengan sandi 'MATA'," Letkol Melo menjelaskan.

"Era reformasi membawa perubahan besar bagi MATA. Pemerintah Orde Reformasi memilih lebih mendengarkan masukan dari badan intelijen resmi dan mengabaikan keberadaan MATA. tapi, badan tersebut tidak pernah dibubarkan secara resmi, walau pendanaannya dihapus dari APBN. Pemerintah dan pihak militer mengira bahwa MATA akan bubar dengan sendirinya jika tidak mendapat dana dari pemerintah. Ternyata dugaan itu salah, sekitar tiga tahun terakhir ini kami menemukan indikasi bahwa MATA ternyata masih ada dan mereka masih mengendalikan negara ini, walau tidak sedominan di masa orde baru. Entah dari mana mereka mendapatkan anggaran operasional, tapi yang jelas mereka masih aktif merekrut anggota baru."

"Jika benar MATA masih ada, kenapa pemerintah tidak menggunakan mereka kembali?" tanya Vino.

"Pemerintah dan militer telah mencoba membuka komunikasi dengan mereka, tapi sampai sekarang belum ada titik temu. Entah apa visi dan misi mereka sekarang ini, tapi kami curiga beberapa kasus atau masalah yang berkaitan dengan negara merupakan hasil desain mereka untuk tujuan tertentu. Ada indikasi ke arah sana, yang kami takutkan adalah mereka berniat membuat negara ini selalu kacau dan pemerintahan tidak stabil sehingga menguntungkan pihak-pihak tertentu. Terus terang, kami mengira penculikan Veranda termasuk salah satu rencana mereka."

"Tapi, mereka membantu Devi mencari Veranda," ujar Vino.

"Walau begitu, dugaan itu belum kami hapuskan. Ingat, MATA punya banyak cara untuk mencapai tujuannya. Jika mereka bukan pelakunya dan benar-benar ingin membantu, itu bagus. Tapi, jika mereka punya tujuan lain, berarti mereka hanya memanfaatkan Devi, dan itu berarti Devi dalam bahaya," sahut Letkol Melo.

Vino terdiam, tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Suara HP tergeletak di meja memotong pembicaraan Vino dan Letkol Melo. Letkol Melo mengambil HP Vino dan melihat siapa yang menelpon.

"Devi," gumam Letkol Melo

****

Pertanyaan Devan membuat Farish tercenung sedikit. "Kamu menuduh ayah yang melakukan ini?" Farish balik bertanya sambil menatap wajah Devan.

"Bukan... Bukan gitu. Devan percaya ayah nggak mungkin melakukannya. tapi yang lain, banyak yang menduga ini ada hubungannya dengan ayah," jawab Devan.

"Termasuk mereka yang menyelidiki kamu?"

"Kelihatannya begitu," kata Devan lirih.

Farish kembali menatap wajah Devan, kali ini dengan tatapan lembut seorang ayah kepada putranya.

Devan bukanlah anak kandung Farish. Dia anak yang diselamatkan Farish dari musibah kapal penumpang yang tenggelam. Kedua orangtua Devan menjadi korban, sementara Devan yang saat itu masih bayi berhasil diselamatkan. Farish yang saat itu memimpin pasukan untuk membantu proses evakuasi korban akhirnya mengadopsi bayi yang selamat itu dan memberi nama Devan Saputro. KebetulanFarish sendiri tidak memiliki anak walaupun telah menikah selama lebih dari dua puluh tahun, Farish dan istrinya sangat menyayangi Devan dan menganggap Devan sebagai anak kandungnya sendiri.

"Ayah, kok ayah malah diam?" 

Pertanyaan Devan mengakhiri lamunan Farish. "Tidak, kamu benar . Ayah tidak mungkin melakukan itu," jawab Farish akhirnya.

"Syukurlah, Devan jadi lega sekarang. Boleh Devan minta tolong ayah?" tanya Devan lagi.

"Minta tolong apa?"

"Tolong ayah bantu mencari Veranda, kasihan dia nggak tau apa-apa. Ayah punya banyak kenalan pejabat dan jenderal militer yang masih aktif, pasti mereka mau membantu," pinta Devan.

"Kamu suka sama Veranda?" tanya Farish

Devan mengangguk perlahan.     

Sebelum bersaing dalam pilpres tahun lalu, Farish berteman baik dengan Tanumihardja. Pertemanan mereka mulai terjalin saat Tanumihardja menjabat Gubernur Jawa Tengah dan Farish sebagai Panglima Daerah Militer (Pangdam) di sana. Pertemanan mereka tetap terjalin walau setelah itu Farish pindah dari semarang dan karier militernya menanjak hingga akhirnya menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) hingga pensiun.

Farish juga yang dua tahun lalu memberi saran pada Tanumihardja yang akan menyekolahkan anak gadisnya yang baru lulus SMP dan akan melanjutkan sekolah di bandung. Farish merekomendasikan Veranda untuk masuk SMAN 132, karena putra satu-satunya yaitu Devan juga sekolah disana.

Sayang, hubungan baik Farish dan Tanumihardja menjadi retak sejak keduanya mengikuti pilpres. Diusung oleh dua partai yang berbeda, mereka harus menjadi rival untuk saling mengalahkan. Persaingan mereka dipanaskan oleh masing-masing kubu pendukungnya, juga oleh media massa, sehingga persaingan yang seharusnya berlangsung positif berubah menjadi seperti ajang perang Bharatayudha, saat kedua kubu berusaha saling menjatuhkan lawan dengan berbagai macam cara. Persaingan ini terus berlanjut hingga saat pemungutan suara, bahkan hingga perhitungan suara. Kubu Farish yang kalah merasa dicurangi saat pemungutan suara dan berusaha menggagalkan hasil pilpres, antara lain dengan menggugat ke pengadilan. Saat pengadilan memutuskan hasil pilpres tidak bisa diubah, Farish sempat terpancing emosinya, saat itulah dia sempat melontarkan ide untuk melakukanOperasi Petik Bunga.

Operasi Petik Bunga adalah nama sandi sebuah operasi militer yang pernah dilakukan Farish saat masih menjabat Komandan Batalion Kobra. Ini adalah operasi pengambilan paksa seseorang yang dianggap sebagai musuh atau berbahaya bagi negara, atau istilah halusnya "mengamankan". Tujuannya sebagai bentuk intimidasi, bisa kepada orang yang diculik, atau orang lain yang punya hubungan.

Farish sempat punya ide untuk menghidupkan kembali Operasi Petik Bunga tersebut dengan target berbeda. Walau belakangan dia menyesal dan membatalkan rencananya, ternyata ada yang diam-diam menjalankan operasi tersebut dan menggunakan namanya untuk menjalankan pasukan yang terlatih dan sangat loyal kepada Farish.

"Ayah akan membantumu. Pasti," Farish akhirnya mengabulkan permintaan anaknya.

.

.

.

TBC     

First GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang