Esok paginya, Veranda akhirnya bisa menghubungi papa mamanya. Tapi, hal itu tidak lantas membuat wajah gadis itu menjadi ceria. Wajahnya tetap saja mendung. selidik punya selidik ternyata papa veranda tidak langsung mengiyakan permintaan putrinya, padahal konsernya kan tinggal beberapa hari lagi.
"papa memang nggak suka manfaatin jabatannya untuk kepentingan pribadi. dari dulu selalu begitu," sungut veranda di mobil, Kinal hanya diam mendengar curhatan veranda.
"Tapi, seharusnya papa bisa dong, ini kan cuma tiket konser. apa salahnya sih sekali-sekali nyenengin anak?" lanjut veranda.
"Emang kamu butuh berapa tiket?" tanya kinal.
"Tiga. Buat gue, Shania, dan Jeje. Kenapa?"
"Nggak. nggak papa,"
Pandangan veranda tertuju pada tas sekolah kinal yang tergeletak di bawah jok. "Tas sekolah lo, apa isinya? Maksud gue, selain buku dan alat tulis?"
kinal sama sekali tidak mengerti maksud pertanyaan veranda. "Maksud kamu?"
"Lo kan pengawal gue, pasti bawa senjata dong untuk tugas lo. Apa ada pistol atau sejenisnya di tas lo?" tanya veranda.
Di luar dugaan veranda, kinal menggeleng. "Hanya buku dan alat tulis," jawab kinal.
"Cuma buku? terus gimana kalo ada apa-apa?" tanya veranda lagi.
"Jangan kuatir, kamu tetep terlindungi kok."
Tapi ucapan kinal tidak membuat veranda berhenti menatapnya. "Gue kadang-kadang ragu, lo sebenernya bener pengawal gue apa enggak sih?" ujar veranda.
Kinal hanya tersenyum. "Sebaiknya sih kamu tidak perlu melihat kemampuanku yang sesungguhnya," katanya.
Sebetulnya hati kinal masih gundah. Pertemuan di posko kemarin malam memang tidak memuaskan gadis itu. Ternyata Dhika tidak mengganggap penting latar belakang Devan. Menurut Dhika, ada potensi ancaman lain yang lebih berbahaya yaitu kemungkinan adanya kelompok-kelompok radikal yang sedang berkembang di Indonesia. Bukannya tidak mungkin mereka menyusup kesekolah-sekolah dan bisa membahayakan keselamatan veranda.
"Kita tidak akan menambah personel karena ini baru dugaan dan perkiraan saja. Tapi, saya minta personel di Ring Satu untuk lebih mengingatkan kewaspadaan, terutama supporting team. Segera laporkan jika menemukan hal yang mencurigakan," kata Dhika saat itu tanpa sedikit pun menyinggung tentang Devan.
Padahal bagi kinal, latar belakang devan, atau lebih tepatnya orangtuanya, sangat penting. Bukan tidak mungkin itu bisa memengaruhi hubungan pemuda itu dengan veranda. Apalagi kelihatannya veranda tertatik pada devan.
"Kalo kak Devan ngajakin gue jalan, sebaiknya gue terima atau nggak ya?" ucapan veranda membuyarkan lamunan kinal.
"Gimana, gue terima atau nggak?" tanya veranda lagi.
"Kamu nanya ke aku?"
"Nggak, ke bang indra. Ya ke elo lah..." Indra yang memegang kemudi hanya tersenyum.
Tumben dia nanya ke aku, batin kinal. Dia teringat profil devan. Dalam hati kinal ingin meminta veranda menjauhi pemuda itu, tapi disisi lain, dia melihat veranda sepertinya ingin sekali menerima ajakan devan. Kinal juga ingat pesan Dhika semalam. "Tugas kita adalah memastikan keamanan subjek, bukan mencampuri urusan pribadi mereka. Apapun masalah pribadi subjek, kita tidak boleh ikut campur apalagi memengaruhi pikiran subjek," Kinal tidak bisa langsung menjawab pertanyaan veranda.
"Menurut lo, Kak devan orangnya baik nggak?" tanya veranda.
"Baik..., baik kok," jawab kinal.
"Kalo misalnya gue ntar jalan sama kak devan, lo bakal tetap ngikutin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
First Girl
General Fictionjalan cerita, dan judul yang sama cuma ubah nama karakter jadi anak-anak JKT48, cerita dari Luna Torashyngu. cekidot ^.^