.
.
.
"Sungjong-ssi!" Panggil Aerin seraya menepuk punggung Sungjong. Sungjong melompat terkejut. Hampir saja Sungjong mengeluarkan kata-kata ajaibnya, namun diurungkannya saat mengetahui orang itu adalah Aerin.
"Aku hampir saja membunuhmu.." Keluh Sungjong.
"Dan aku hampir saja terbunuh.." Sahut Aerin. Aerin menarik Sungjong menuju sebuah tempat rahasia dimana terdapat sebuah bangku panjang dengan air mancur berukuran sedang dihadapannya. Tidak jauh dari bangku panjang itu terdapat ayunan kayu dengan tali yang terlihat seperti akar kayu. Indah sekali.
"Tunggu! Bagaimana bisa kau ada di rumah Hoya hyung? Tidak! Bagaimana kau bisa tahu tempat seperti ini?" Tanya Sungjong dengan nada tingginya. Jelas saja Sungjong bertanya seperti itu, ini mencurigakan!
"Ini rahasia. Sungjong-ssi harus menyimpannya baik-baik." Ujar Aerin dengan nada seperti berbisik. Sungjong hanya menganggukkan kepalanya cepat seraya mendekatkan telinganya ke bibir Aerin. Tapi tunggu! Kenapa tiba-tiba Sungjong merasa gugup seperti ini? Kenapa rasanya begitu aneh? Entahlah..
"Lee Howon, adalah kakak sepupuku." Bisik Aerin tepat di telinga Sungjong. Sungjong segera menarik kepalanya dan menatap Aerin bingung. Benarkah ini? Tapi? "Jangan bercanda! Bahkan marga kalian berbeda!" Elak Sungjong. Aerin terkekeh geli.
"Ibuku, Lee Hyerin. Menikah dengan seorang Choi Jaesoo. Lalu apa yang terjadi kemudian?"
"Kau serius?!"
"Tentu saja! Untuk apa aku berbohong padamu Sungjong-ssi. Bahkan aku punya kamarku sendiri disini." Jelas Aerin. Dan itu adalah fakta terakhir yang membuat Sungjong harus percaya dengan penjelasan Aerin.
Mereka berdua pun duduk di bangku panjang berwarna putih pucat itu. Mata mereka tanpa sadar menatap lekat ke-arah air mancur yang sayang untuk dilewatkan. Suara percikan air. Benar-benar menenangkan. Sungjong memejamkan matanya. Menghirup udara yang entah terasa segar. Dan mendengarkan suara percikan air mancur. Inikah yang namanya surga?
Aerin mengerti apa yang dirasakan Sungjong saat ini. Mungkin Sungjong butuh ruang privasi, jadi Aerin mengendap-endap dan meninggalkan Sungjong yang mungkin tengah terlelap sekarang. Aerin melangkahkan langkahnya menuju halaman depan rumah Hoya. Hingga langkahnya terhenti ketika melihat seseorang.
'Deg!' Tubuh Aerin membeku. Begitu juga detak jantungnya yang baru saja terhenti.
"Unni!" Umji berlari kecil menghampiri Aerin. Namun, kemanakah mata Aerin tertuju saat ini?
"Unni. Bagaimana kabarmu? Sudah lama aku tidak bertemu denganmu." Umji kini tengah memeluk Aerin. Dan terimakasih untuk Umji, kini tubuhnya yang membeku sudah kembali normal. "Eoh.. baikk.. aku juga merindukanmu.." Jawab Aerin terkaku. Aerin benar-benar mengutuk matanya yang masih menatap makhluk itu. Makhluk yang sungguh indah? Ayolah..
"Ikut denganku." Makhluk indah itu kini dengan mencengkram lengan Aerin lalu menariknya agar mengikuti dirinya. Mata itu. Mata elang yang tajam hingga membuat Aerin tidak bisa berkutik. Sepertinya Aerin pernah melihat nya. Tapi kapan? Dan dimana?
"L-ssi. Bisakah kau melepaskan tanganmu? Ini terasa sakitt.." Rintih Aerin yang mulai merasakan cengkraman makhluk indah ini mulai terasa sakit. Makhluk indah itu adalah L. kemeja biru tua yang dikancingkan rapi dan dimasukkan ke dalam celana kain hitam panjang. Jangan lupa sepatu fantovel hitam kelam yang dikenakkannya. Serta rambut hitam kelamnya yang ditata rapi, dengan poni yang lagi-lagi terlihat tidak asing bagi Aerin.