.
.
.
Sepasang kaki berlari kecil melewati orang-orang yang berlalu-lalang dengan lincahnya. Ponsel ditangan kanannya dan kunci mobil ditangan kirinya. Nafas yang memburu dan keringat yang bercucuran. Namja ini berkali-kali mengutuk gedung pencakar langit dengan tempat parkir yang jauh dari gedung ini. Tentu saja melelahkan! Apalagi untuk saat genting seperti ini. Sebenarnya namja ini bisa memarkirkan mobilnya di sembarang tempat, toh halaman gedung ini sangat luas. Dan namja ini juga mengutuk kebodohannya yang selalu datang tepat waktu.
"Si Bodoh itu ada dimana, huh? Tidak ada waktu lagi." Gerutu Sungyeol yang sepertinya mulai tersesat. Sungyeol dengan terburu-buru melesat ke Gedung Kim corp. hanya demi menjemput namja yang menurutnya sangat bodoh. Jangan salahkan Sungyeol ia tersesat, ini pertama kalinya Sungyeol kemari. Dan Sungyeol hanya menggunakan celana piyama dengan hoodie pink saat ini. Tentu saja tidak akan ada yang ingin menolongnya walau hanya menanyakan keadaan Sungyeol.
Namun ekor mata Sungyeol menatap ke-arah sosok namja dengan kemeja biru tua yang membelakanginya. Jika dilihat dari lekuk tubuh namja itu, Sungyeol yakin itu namja bodoh yang sedang dicarinya. Dengan segera Sungyeol menghampiri sosok itu. "L-ah!" Panggil Sungyeol. Namun begitu mata mereka bertemu, Sungyeol segera membungkuk dan meminta maaf pada namja itu. "Maafkan aku. Aku salah orang." Sesal Sungyeol. Sungyeol hendak meninggalkan namja itu namun namja itu menahan Sungyeol.
"Kau mencari Myungsoo? Aku akan mengantarmu." Ujarnya dan berjalan melewati Sungyeol. Sementara Sungyeol mengikuti namja itu tanpa berpikir panjang.
Sebuah pintu kayu dengan ukiran artistik menyambut mereka. Moonsoo membuka pintu dan mempersilahkan Sungyeol masuk. Sungyeol terkejut begitu melihat keadaan Myungsoo yang sangat kacau. Bahkan suara tangisan Myungsoo masih terdengar keras. Bodoh! "Ikut denganku!" Tegas Sungyeol seraya menarik lengan Myungsoo dan membantunya bediri.
"Ini sudah berakhir yeollie.." Isak Myungsoo dengan tatapan kosongnya. Lihatlah! Betapa menyedihkannya dia.
"Kau sendirilah yang mengakhirinya. Hentikan tangisan bodohmu itu dan bersihkan dirimu. Kita tidak punya banyak waktu." Ujar Sungyeol dengan lembut. Sejujurnya ini begitu berat untuk Sungyeol. Bahkan jika seseorang bertanya 'Siapa yang sangat tersakiti disini?' Sungyeol lah orangnya. Namun Sungyeol juga tidak bisa berbuat apa-apa. Kebahagiaan mereka jauh lebih penting bagi Sungyeol.
"Aku akan membantumu Hyung." Sahut Moonsoo seraya membantu Myungsoo untuk berbersih di toilet.
Sementara Myungsoo bersiap. Mata Sungyeol tidak bisa lepas dari layar ponselnya. Deretan kata tertulis disana. Dan itu membuat hati Sungyeol teriris setiap kali membacanya. Senyum pahit tersungging di bibir Sungyeol. Menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Sungyeol selalu berharap perasaannya akan tenang dengan melakukan hal itu, namun tidak. "Aku ingin kembali ke masa kau masih tidak mengingat apapun. Tapi aku tidak bisa. Aku akan mati jika melihatmu menderita." Lirih Sungyeol yang kemudian menatap wallpaper ponselnya. Fotonya bersama Aerin dengan senyuman bahagia di wajah keduanya.
"Aku akan mengantar kalian. Mobilku tidak jauh dari sini." Sahut Moonsoo yang berjalan mendahului Sungyeol dan Myungsoo. Keadaan Myungsoo sudah lebih baik dari sebelumnya. Dan itu membuat Sungyeol sedikit lega. "Jangan ulangi kesalahanmu dimasa lalu. Kau pasti bisa melalui ini Myung-ah.." Hibur Sungyeol yang kemudian menuntun Myungsoo mengikuti Moonsoo yang sudah berjalan jauh didepan mereka.
@~@~@~@~@
Aerin menatap layar ponselnya dengan cemas. Beberapa menit lagi ia harus pergi. namun seseorang yang dicarinya tidak kunjung menapakkan diri. Dan ini membuat Aerin semakin cemas. "Sungyeol oppa, kau dimana?" Desisnya cemas. Hanya Aerin sendiri disini. Kedua orangtuanya dan ayah Joshua, Joshua serta Jisoo sudah terlebih dahulu masuk ke pesawat. Sebelum berangkat ke bandara, Aerin mengirim pesan singkat kepada Sungyeol dan menyuruh Sungyeol untuk menemuinya sebelum ia pergi untuk selamanya. Namun sampai saat ini Sungyeol belum muncul. Dan itu membuat hati Aerin semakin sesak.
Sepasang bola mata memandang Aerin yang duduk tidak jauh dari tempatnya berdiri. Air mata yang jatuh begitu saja. Kaki itu berlari menuju tempat dimana Aerin berada. Dan langkahnya pun terhenti begitu ia berada tepat di samping Aerin. "Ae-ya.." Lirihnya. Aerin yang merasa terpanggil reflek memalingkan wajahnya menuju sumber suara itu. Tangannya terangkat menutupi mulutnya yang tengah terbuka. Terkejut. Jelas! Aerin pun bangkit dan berdiri tepat dihadapan seseorang yang memanggilnya.
"Saranghae." Satu kata itu meluncur dari bibir merah darah milik namja yang berada dihadapan Aerin saat ini. Itu benar-benar darah! Cukup! Aerin tidak tahan lagi. Kedua tangan Aerin meraih tengkuk namja itu dan menariknya hingga bibir mereka bertemu. Aerin dapat merasakannya. Ini darah segar. Air mata Aerin jatuh bersamaan dengan hati Aerin yang teriris. Kenapa namja ini selalu menyakiti dirinya tanpa memikirkan dirinya sendiri. Aerin menjauhkan bibirnya, bermaksud untuk menghapus sisa darah dibibir namja itu. Namun tangan namja itu lebih cepat menarik tengkuk Aerin dan membawa bibir Aerin bertemu dengan bibirnya sekali lagi. Lumatan lembut penuh cinta. Sudah lama sejak mereka melakukannya.
"Kau melakukan hal yang benar Sungyeol-ah. Kau benar. Ini yang terbaik." Guman Sungyeol menghibur dirinya. Mata yang masih setia melihat kearah kedua manusia yang tengah bertautan dan tangan yang sibuk mengabadikan momen itu. "Ini sakit sekali.." Desis Sungyeol yang merasakan sesak didadanya.
@~@~@~@~@
Joshua berlari kecil dengan sebuah keranjang penuh makanan didalamnya. Tidak lupa sebuah senyuman bersarang indah di wajahnya. Hari ini hari pertama Aerin berada di LA, dan Joshua ingin memberikan kesan pertama yang baik pada Aerin sebelum mereka akan disibukkan dengan jadwal pemeriksaan. Langkah kaki Joshua akhirnya terhenti di depan sebuah rumah tua dan kecil bagi Joshua. Sebenarnya Ayah Joshua sudah menawarkan agar keluarga Choi tinggal bersama mereka. Namun Aerin menolaknya dengan alasan ia ingin merasakan tinggal di rumah tua dan lebih kecil. Dengan sopan Joshua mengetuk pintu rumah itu.
"Nak Joshua, silahkan masuk. Aerin masih bersiap dikamarnya." Ujar nyonya Choi ramah dan mempersilahkan Joshua masuk. Benar apa yang dikatakan Aerin, rumah ini sangat nyaman. "Ahjumma, hari ini aku akan mengajak Aerin berkeliling. Karena besok pemeriksaan sudah di mulai, aku ingin Aerin merasanya nyaman berada disini." Jelas Joshua pada Nyonya Choi. Nyonya Choi tersenyum.
"Terimakasih banyak Joshua. Sudah banyak hal yang terjadi di dalam hidupnya. Bahkan untuk tersenyum, sepertinya Aerin enggan melakukan itu. Tapi kini, waktunya tidak lama lagi. Aku harap dia bisa bahagia disaat-saat terakhirnya." Tangisan nyonya Choi membuat hati Joshua bergetar.
"Aerin akan bahagia. Joshu janji ahjumma." Joshua pun memeluk nyonya Choi dengan sayang. Mungkin benar, hanya dia yang bisa membuat Aerin bahagia saat ini.
"Aku siap!" Pekik Aerin riang seraya menutup pintu kamarnya. Nyonya Choi menghapus air matanya dengan cepat. Anak gadisnya tidak boleh melihatnya menangis. "Eomma, aku pergi dulu ya." Pamit Aerin pada nyonya Choi. Tidak lupa dikecup pipi Eomma kesayangannya itu.
"Bawakan Eomma ice cream saat pulang nanti!" Seru nyonya Choi yang masih melambaikan tangannya mengantar kepergian Aerin bersama Joshua. "Kau terlihat sangat bahagia disaat-saat terakhirmu. Apa sebegitu lelahnya dirimu hingga saat kau mengetahui ini akan segera berakhir, kau merasa begitu bahagia? Maafkan Eomma yang tidak bisa menjaga dan membuatmu bahagia. Eomma mencintaimu, Aerin-ah.."
.
.
.tbc