.
.
.
Aerin baru saja menghabiskan sarapannya. Kini ia tengah terbaring lemas diatas ranjang kesayangannya. Jangan tanya kenapa, karena Aerin baru saja menghabiskan dua mangkuk nasi dan sepuluh sosis dengan ukuran yang cukup besar. Pagi ini selera makannya benar-benar luar biasa. Nyonya Ho yang melihat Aerin makan selahap itu hanya bisa menggeleng kagum. Mungkin anak muda jaman sekarang punya selera makan yang besar, hanya itu yang terlintas di pikiran Nyonya Ho.
Aerin terus menggulingkan tubuhnya di sepanjang ranjangnya. Bosan. Tentu saja! Bahkan Aerin sudah memutuskan untuk tidur sepanjang hari ini. Lagi pula hari sudah beranjak sore, dan sebentar lagi langit pasti akan menjadi gelap. Nyonya Ho sudah menyuruh Aerin untuk mandi, dan kali ini adalah kali ke empat Nyonya Ho menyuruh Aerin.
"Kau harus mandi sayang.." Bujuk Nyonya Ho. Mungkin kesalahan Nyonya Ho yang terlalu memanjakannya hingga Aerin menjadi sangat manja.
"Sebentar lagi Imo." Tolak Aerin yang masih terbaring di ranjangnya dengan mata terpejam. Nyonya Ho menggeleng heran pada Aerin.
"Mau menunggu sampai kapan Nona Choi? Aku tidak ingin tertinggal pesawat hanya karena dirimu." Deg! Suara ini.
Aerin segera bangun dari tidurnya. Tubuhnya terduduk menatap kearah sumber suara itu. Berkali-kali Aerin mengusap matanya, memastikan ini bukan hanya hayalannya. Namun sosok itu masih tenang berdiri ditempat yang sama. Dengan perlahan Aerin melangkah mendekati sosok itu. Semakin dekat hingga kini Aerin telah berdiri dihadapannya. "Kau bau sekali." Ejek sosok itu.
'Plak!' Aerin memukul lengan sosok itu.
"Cepatlah mandi. Aku akan menunggumu disini." Ujarnya lembut. Aerin merasa kalah dan akhirnya ia harus benar-benar mandi kali ini. Setelah mengambil pakaian yang akan dikenakannya dan sehelai handuk, Aerin melesat ke kamar mandi. Sosok itu melangkah masuk ke dalam kamar Aerin yang baru saja ditinggalkan pemiliknya. Langkahnya terhenti pada sebuah pigura yang terletak diatas meja belajar. Pigura dengan foto seorang gadis kecil dan laki-laki kecil yang sosok itu yakin itu adalah Lee Howon.
"Pantas saja Hoya begitu berhati-hati padamu. Dia pasti sangat menyayangimu." Guman sosok itu. Setelah meletakkan pigura itu, sosok itu memilih untuk duduk di tepi ranjang yang saat ini sedang dalam keadaan sangat berantakkan. Saat ingin membaringkan tubuhnya sejenak, sosok itu menemukan ponsel milik Aerin. Mungkin terlihat lancang, tapi ia penasaran. Sosok itu mencoba menebak kunci layar ponsel Aerin. Sandi ini terdiri dari huruf.
"Lee Sungyeol." Sosok itu mengetik apa yang baru saja ia katakan. Gotcha! Kunci layar Aerin terbuka. Sosok itu membelalakan matanya. Namanya digunakan untuk kunci layar? Apa arti dirinya bagi Aerin?
"Sungyeol oppa!" Sungyeol menoleh ke arah Aerin yang tengah memanggilnya.
"Sudah selesai? Kalau begitu sekarang bersiaplah. Kita akan kembali ke Seoul." Ujar Sungyeol yang tanpa diketahui oleh Aerin tengah mengembalikan letak ponsel Aerin seperti semua.
"Sekarang? Tapi kenapa tiba-tiba sekali?"
"Woohyun hyung mengajakmu dating besok. Kau ini kekasihnya bukan?" Ejek Sungyeol, namun kemudian ia tertawa. "Kami semua merindukanmu. Jadi bersiaplah." Sungyeol mengusap rambut Aerin sejenak lalu meninggalkannya.
Aerin telah siap untuk kembali. Tas ransel hitam kulit kini bertengger manis di punggung Aerin. Sungyeol menatap bingung, ini pertama kalinya ia melihat tas itu. Aerin merasa tengah diperhatikan, menangkap basah Sungyeol. "Eoh? Ini. Karena aku kesini hanya membawa satu tas yang sama bersama Howon oppa, jadi Howon oppa membawanya saat kembali ke Seoul. Tas ini, Imo yang membawanya saat berkunjung kerumahku kemarin. Bagus bukan?" Sahut Aerin ceria. Terlihat dengan jelas bahwa Aerin sangat menyukai tas itu.