Hello, Junior. I Have A Crush On You [END]

26.5

Cara ketiga aku lakuin dengan modal nekat.

Kalau ini nggak berhasil, aku bakalan lakuin hal nekat kedua. Jadi bisa disebut ini 'Nekat 1'

Aku menghirup oksigen yang diberikan Tuhan cuma-cuma siang ini.

Setelah menetralkan detak jantung, dan kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga, aku sudah siap melakukannya.

"Dek," panggilku pada adik kelas yang mengembalikan buku ke rak.

"Eh, Mbaknya lagi. Ada yang bisa dibanting?"

Aku memutar bola mata. Panggilan itu lagi. Kalau bukan karena butuh, udah aku pukul ia dengan buku ensiklopedia di sampingku.

"Ada. Hati gue. Boleh bantingin ke hati dia?"

Yang aku tau, ekspresi cowok di depanku berubah jadi cengo.

"Takutnya pecah kalau dibanting ke orang yang salah." Ia mengubah ekspresi cengo tadi dengan normal.

"Oke, gue serius," ucapku, "Cowok yang biasa sama lo, namanya Devan siapa?" tanyaku dengan satu tarikan napas.

"Ha?"

"Sahabat lo, anak PMR, temen sekelas, biasanya sama lo, kalau masih belum jelas," terangku.

"Oh, Devan," ia mendesiskan nama terakhir diikuti wajah berpikir. "Oh, lo naksir sama temen gue, ya?!"

"Nggak usah keras-keras!"

"Ciye, naksir. Kok bisa naksir sih. Cojel gitu, gantengan gue."

Aku merasakan kalimat promosi di pernyataannya.

"Najis."

"Jadi, lo pengin tau, Mbak?"

"Bisa nggak, jangan pakai kata 'Mbak'?

"Bisa. Jadi, lo pengin tau, Neng?"

"Serah lo, lah!" Aku mengibaskan tangan ke udara. Kalau boleh khilaf sekalian mengenai wajahnya.

Bukannya merasa bersalah, ia malah terkekeh, "Namanya itu, Augusta Devan Wijaya."

"Seriusan?"

Ia berdecak. "Yaelah, nggak percaya banget sama gue, Mbak."

"Makasiih ya, Dek. Lo bener-bener bantuin gue," ucapku tulus diikuti senyum bahagia.

Adik kelas di depanku berdeham, menghentikan kebahagianku dengan kalimat, "Nggak ada yang gratis, Mbak."

"Maksud lo?"

"Nanti pulang sekolah traktir gue di Rumah Jingga. Itu bayarannya."

Dan ia berhasil menguras dompetku hari ini.

Cara 3: Nanya langsung ke sahabat kamu (BERHASIL)