Hari ini ada pertandingan basket antar kelas untuk memperingati ulang tahun sekolah.
Aku sebenarnya malas melihat pertandingan itu. Apalagi jadwalnya hari ini kelas Agas dengan kelas X-3. Dengar-dengar dari Debby, hari ini Devan juga ikut untuk melengkapi tim kelas mereka.
Mendengar dua nama itu sudah membuatku ingin menenggelamkan diri ke atas tas. Tapi sepertinya, ketiga sahabatku sudah bosan melihat wajah tertekukku, dan berniat mengembalikan semangat hidupku.
Alhasil, mereka menarik, dan mengajakku menuju lapangan basket.
Suara teriakan dari masing-masing suporter terdengar berisik. Mungkin, karena tim berbaju merah hitam berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Aku memperlambat jalanku saat tahu siapa yang barusan mencetak skor.
Sosok itu masih sibuk merayakan keberhasilan dari masuknya si oranye ke dalam ring.
Tanpa melihat wajahnya, aku hafal siapa dia. Postur tubuh yang mudah diingat membuatku merasa sesak. Aku pernah melihatnya dari belakang, jadi tidak mungkin aku salah orang.
Dadaku kian terhimpit saat aku menangkap sesuatu yang berada di tempat salah.
Atau mungkin selama ini aku yang salah dalam membuat persepsi?
Mataku sudah memerah. Tanganku ikut mengepal saat apa yang kulihat menamparku berulang kali. Memaksaku untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Ayo, Tha," ajak Debby.
"Kalian duluan," lirihku.
"Lo kenapa?" tanya Rachel khawatir.
"Gue mau ke kelas aja."
"Athaaa," panggil Wirda.
"Gue nggak papa. Kalian duluan aja." Dan mereka menuruti permintaanku.
Sekarang yang aku inginkan hanyalah sendiri. Mengingat kisah ini dari awal hingga akhir, seorang diri.
Aku rasa, aku yang salah dari awal. Bukan dia.
Atau, memang kita berdua yang salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Junior. I Have A Crush On You [END]
Short StoryCiri-ciri secret admirer 'pada umumnya': Tahu nama orang yang dia suka ✔ Tahu semua akun sosial media dia ✔ Tahu dimana dia tinggal ✔ Tahu apa kesukaannya ✔ Tahu siapa nama sahabatnya ✔ Tahu setiap inchi kehidupan dia ✔ Tapi semua itu tidak berlaku...