"Sorri lama," kata Agas, menarik kursi di restoran dam mendudukinya.
Sebenarnya aku mau marah. Tapi kayaknya urusanku sama Agas lebih penting dari egoku.
Aku tersenyum ke arah Agas. Mencairkan suasana yang akhir-akhir ini memang dingin.
"Gue mau lo kasih ini ke dia," aku memberikan lukisan yang sudah terbungkus rapi dengan kertas kado, "gue bikin sendiri selama semingguan. Jadi tolong, bantu lukisan ini sampai ke orangnya."
Agas menerima bingkisan tadi, diikuti helaan napas berat. "Kenapa nggak lo aja langsung? Jadi, nggak perlu kode-kodean."
"Rencananya sih gue mau ngungkapin perasaan gue ke Devan sehari setelahnya," jawabku cepat dengan satu tarikan napas.
"Lo yakin?"
Aku mengangguk cepat.
Ia mendesah. "Oke deh. Semoga sukses."
Jujur, aku nggak bahagia sama jawaban Agas. Jawaban yang terkesan dipaksakan.
"Lo kenapa sih? Lo beda dari yang gue kenal."
"Gue? Nggak papa kok."
"Alah, nggak usah kayak cewek yang bilang nggak papa tapi ternyata ada apa-apa."
Agas terkekeh. "Oh lo curhat?"
Aku tersenyum senang, melihat Agas yang dulu sudah kembali.
"Lo kenapa?" aku mengulang pertanyaan.
"Gue lagi ada masalah."
"Lo boleh cerita. Rasanya nggak adil kalau lo tau semua tentang gue, tapi guenya enggak."
Agas membuang pandangan ke arah lain. "Belum saatnya. Dan lo nggak perlu tahu, untuk sekarang. Gue akan coba cari penyelesaian sendiri."
Dan aku hanya bisa diam. Agas masih menyimpan rahasianya.
___
bunga's note:updatenya banyak kan? Ini ganti karena aku ga bisa update seperti jadwal. maaf yaa, kehidupan kelas tiga memang keras 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Junior. I Have A Crush On You [END]
Short StoryCiri-ciri secret admirer 'pada umumnya': Tahu nama orang yang dia suka ✔ Tahu semua akun sosial media dia ✔ Tahu dimana dia tinggal ✔ Tahu apa kesukaannya ✔ Tahu siapa nama sahabatnya ✔ Tahu setiap inchi kehidupan dia ✔ Tapi semua itu tidak berlaku...