"Belum pulang?" tanyanya. Ia menampilkan sederet gigi rapinya padaku.
Aku memilih tak menjawab. Mengangkat kepalaku memandang langit. Kudengar dia ber-oh kecil lalu bergumam, "Karena hujan."
Aku berusaha menghiraukan. Hatiku masih terguncang mendengar filosofi hujannya.
"Gue satu sekolah sama lo." Ia tak menyerah untuk mengajakku berbicara.
Gue tau.
"Tau darimana tentang filosofi hujan?" Tanpa pikir panjang, kutanyakan pertanyaan itu padanya.
Dia tertawa kecil. Dan aku benci tawanya. Terdengar seperti meremehkan. "Logika."
Aku mendengus.
Udara semakin dingin. Kuusapkan kedua telapak tangan sambil meniupkan napas untuk menghalau dingin.
"Kedinginan?"
Aku hanya bergumam pelan. Dari sudut mataku, ia terlihat ingin melepas jaketnya. Tapi diurungkan saat tau aku sudah mengenakan sweater.
"Masih dingin, ya, walau udah pake sweater?"
"Iya."
"Jangan sampai adik kelas lo yang imut ini jadi khilaf meluk lo, supaya nggak lagi kedinginan," guraunya, diikuti tawa.
Dan satu yang tak kusuka di hujan hari ini.
Bukan kamu yang nemenin aku duduk di halte, Jun.
Tapi temen kamu yang sampai sekarang tak kutahu namanya.
Boleh, kan, aku benci dia? Karena dia, ekspetasiku tentangmu semakin tinggi, Jun.
___
bunga's note:
agak formal ya narasinya wwkw
sejauh ini, mending Atha sama adek kelas yang dia suka? Apa temen adek kelasnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Junior. I Have A Crush On You [END]
NouvellesCiri-ciri secret admirer 'pada umumnya': Tahu nama orang yang dia suka ✔ Tahu semua akun sosial media dia ✔ Tahu dimana dia tinggal ✔ Tahu apa kesukaannya ✔ Tahu siapa nama sahabatnya ✔ Tahu setiap inchi kehidupan dia ✔ Tapi semua itu tidak berlaku...