Terima kasih telah meninggalkanku. Sebab, dengan kepergianmu lah yang membuatku sadar. Bahwa, betapa sulitnya melepaskan. Betapa sedihnya ditinggalkan. Dan aku akan belajar untuk tidak meninggalkan siapa pun. Sungguh, sedih sekali rasanya ditinggalkan.
Terima kasih telah mencipta hujan di pelupuk mataku. Sebab itulah aku mengerti. Betapa sedih dibuat menangis oleh seseorang yang kita sayangi, betapa sukar untuk menghapus rinai air mata yang membasahi. Dan aku akan berusaha untuk tidak membuat menangis siapa pun. Sungguh, tak nyaman rasanya menangis demi kamu.
Terima kasih telah mengkhianati, sebab kamu lah aku mengerti. Bahwa, betapa sakitnya dikhianati. Dan aku akan mencoba untuk tidak mengkhianati siapa pun. Sungguh, sakit sekali rasanya dikhianati.
Terkadang, seseorang yang tetap bertahan. Meski seribu badai menerjang maha kuatnya. Dia akan tetap tinggal. Karena dia tahu, betapa sakitnya ditinggalkan oleh seseorang yang sungguh-sungguh dicintai. Ada yang takut sekali membuat seseorang menangis, Enggan menyakiti. Karena dia tahu betapa tak nyamannya menangis demi seseorang yang tidak bersedia diperjuangkan. Dan disini masih ada yang tetap bersedia memperjuangkan, meski ditimpa khianat berkali-kali. Tapi dia tetap sabar dan setia. Karena dia mengerti betapa sedihnya dikhianati.
Seseorang yang paling setia di dunia ini, boleh jadi dia pernah khianati. Luka dan kesedihan kadang begitu kejam menghempas, begitu tegas merenggut dan merampas. Membentuk seseorang menjadi lebih kuat meski sebelumnya hanya pura-pura kuat.
Dan aku akan selalu tersenyum di balik luka dan sedihku. Agar kamu tidak mengerti bahwa hatiku telah terluka. Aku akan menunggumu pada hening dan senyap, cemburu dalam diam. Lebih baik begitu, daripada aku merusak kebersamaan kalian, tawa kalian, dan kebahagiaan kalian. Walau pun kamu minta jantungku untukmu, akanku berikan meski aku harus kehilangan tawaku sendiri. Demi hadiah yang indah, yaitu senyum dari bibir manismu.
Aku tak menginginkan pahammu, yang kuinginkan adalah senyummu. Tertawalah, bahagialah, biarkan aku menangis darah karena kamu tancap belati sedih di sudut jantungku. Aku rela dan ikhlas. Demi kamu, demi kebahagiaanmu.
*Demi Kamu
(Awal maret yang menyesakkan, sebab aku harus berkutat dengan resah yang kesekian kalinya. Yang memaksaku untuk menulis rintihan ini)
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Poetry(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...