Akulah seseorang itu, seseorang yang mencoba mengusir rindu. Mencoba berhenti berharap kehadirannya. Mencoba lari dari setiap perasaan yang hadir secara tiba-tiba. Seperti hujan yang juga jatuh secara tiba-tiba.
Ketika rindu sudah menyesaki ruang di hati. Aku hanya bisa menatap langit senja, berharap dia juga menatap langit yang sama. Namun terkadang, menatap langit senja itulah yang seringkali menghadirkan rindu.
Kita tidak dapat menerka sebelumnya, bahwa perpisahan itu akan terjadi dengan cepat. Membayangkan wajahmu yang sayu, matamu yang memerah karena tangis, dan lembut suaramu berpamitan denganku, sempurna sudah membuatku seperti kehilangan hati. Ya, sebab kamu adalah hatiku. Dan aku merindukanmu.
Bukankah nampak diingatan ku tentang kau yang tertawa riang memainkan air kolam. Gembira membuatku basah. Lalu kau berlari dengan lucunya. Lalu aku mengejarmu riang. Kita tertawa bersama. Kadang kau cemberut karena khawatirmu yang terlalu dalam padaku. Pernah juga ketika aku cedera dalam bertanding, kau malah menangis seraya memukuli bahuku. Kau bilang aku ini cerewet, tidak pandai silat, selalu cedera. Dan aku saat itu hanya diam dan tersenyum.
Kini, aku merindukanmu. Menghabiskan waktu membayangkan wajahmu. Kadang tertawa, kadang menangis. Rindu itu tega sekali menusukku.
Setiap kali aku memandang bulan, maka yang aku lihat wajahmu yang selalu tersenyum. Aku tidak tahu, sedalam mana aku mencintaimu. Aku juga tidak paham, apakah aku harus membunuh rasa rindu ini. Jika aku membunuh rasa ini, maka sama saja aku membunuh diriku sendiri. Sebab kau adalah bagian dari diriku.
*Demi Kamu
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Puisi(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...