Bagiku, apa-apa yang membuat pecah airmata adalah kesedihan yang janggal. Sebab begitu banyak pula yang menangis karena kebahagiaan yang menghampiri. Kesedihan lahir di setiap hati-hati manusia. Menjalari menghinggapi gedung-gedung, rumah-rumah, dan gubuk-gubuk yang terus tergerus oleh zaman. Sekuat apa pun kita berusaha lari dari kesedihan, maka sekuat itu pula sedih mengejar.
Aku pernah mencintaimu dengan kesungguhan hatiku, dengan tulus dan suci dalam segenap hatiku. Sudah kurangkai-rangkai khayalan tentang kamu. Sudah kususun rapi rencana-rencana yang hendak kujalani bersama kamu. Tunas-tunas harapan sudah mendesak resah di pertahanan hatiku. Sayang, aku tidak sedikit pun pernah berani menyatakan perasaanku kepadamu. Kusimpan rapi sejak kamu dan aku saling mengenal. Sejak tumbuh sesuatu di hatiku.
Maka kulalui hari bersama kamu, dalam tawa dan senyum. Dalam gembira dan bahagia. Kupikir kamu akan tetap bersamaku, akan senantiasa ada untuk aku. Sebab sudah nyata di mata indahmu itu, bahwa kamu menaruh rasa kepadaku. Namun nyatanya tidak, ketika perasaan itu sudak membludak, mengungkung terlalu erat, mengikat mati dan tak pernah terlepas lagi. Ketika tanganku hendak menggenggam erat padamu, mulut yang kelu ini hendak membisikkan janji bahagia. Ternyata, kamu sudah mengikat erat hatimu pada yang lain. Kepada sahabatku sendiri.
Sesak itu menekan keras dadaku. Debar itu berguncang hebat jantungku. Hati yang patah tetap patah karena kamu. Hendak kumelupakanmu, tapi sukar kulakukan. Hendak kumembenci segalanya tentang kamu. Tapi cinta ini tak pernah bisa kuubah menjadi benci.
Biarlah kukupas kenangan satu-persatu yang menyesalkan hati, yang jauh tertinggal namun sakitnya masih ada. Dan sekarang, mengapa kamu terbaring di tempat ini. Membuat resahku betlipat-lipat. Tak kulihat mata indahmu itu mengerjap terbuka. Mata yang dulu aku tatap begitu dalam dan membuatku jatuh cinta. Mengapa tak bergerak pelan jemari lentikmu itu, jemari yang pernah kugenggam erat ketika patah tak pernah menghinggapiku. Kamu, membuat hatiku tambah risau saja.
Kukenang-kenang tentang kita. Kubayang-bayang senyummu yang kini sirna. Agar sesalku cepat sirna, asal patahku cepat terhubung lagi. Aku tak ingin kehilangan kamu, meski sebetulnya aku tak pernah memiliki kamu. Karena diriku pun bukanlah miliku.
*Demi Kamu
(Mengapa dua hari ini kamu tak bangun juga Rieda?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Membunuh Sepi
Poetry(Proses Terbit) Untuk yang mencintai lalu dibenci Untuk yang datang lalu pergi lagi Untuk yang setia lalu dikhianati Untuk yang teguh mempejuangkan lalu dipatahkan Untuk yang memendam lalu terlambat menyatakan, Untuk kamu yang patah hati, Merindukan...