Tidak Semudah Caramu Melupakanku

177 10 8
                                    

Kali ini, senja sepi dan rinai hujan berpadu menjadi luka. Menggores pedih di sudut jantung paling dalam dada ini. Mengundang pekat dan gelap yang senantiasa merusak pertahanan hati yang sekuat tenaga berusaha melupakanmu. Sayangnya hujan semakin menggila jatuh. Membasahi seluruh hati yang awalnya kemarau tangis dan gersang luka hati. Terpaksa kembali aku terima genangan kenangan bersamamu. Menjelma banjir air mata yang menenggelamkan sayang dan cinta yang kutanam seutuhnya. Tak pernah kering meski tak ada lagi hujan beribu tahun lamanya.

Aku, masihlah seperti dahulu. Masih bebal dalam perihal melupakan. Meski berulang kali kamu pinta aku untuk melupakanmu. Aku tetap tidak bisa melupakanmu. Biarlah kamu berkata betapa egonya aku mempertahankan dan memperjuangkan kamu yang tidaklah bersedia. Aku tetap rela dengan segenap daya dan upaya yang aku miliki.

Lihatlah! Rinai hujan itu belum juga sirna. Meski gelap memudar, namun sepi tetap hadir meramaikan hati yang ditinggalkan. Meski air mata berhenti mengalir, namun isak masih jelas menghapus tangis yang belum juga habis.

Kini, aku terpaksa memilih. Apakah aku harus mempertahankan kamu dalam sepi dan sedih-sedih. Ataukah aku harus berjuang memperjuangkan kamu yang membuang. Sehingga genap bimbang dan muram pikiran yang kacau balau sebab kamu cipta lelah untuk berpikir. Sedangkan kamu berbahagia dengan dia yang katanya sempurna itu.

Nanti, jika semua nasib membanting aku atau pun membanting kamu. Membuat semua keadaan berubah secara tidak terduga dan tiba-tiba. Mengajaibkan gembira menjadi sedih, menggaibkan senyum menjadi tangis. Atau merubah yang sempurna menjadi khianat. Tolong jangan kamu datang lagi padaku untuk sekedar mengais cinta yang suatu waktu akan menjadi sisa. Dan sisa itu akan kubuang ke jurang luka agar menutupi luka selama ini. Lalu kutumbuhkan harapan baru pada hati yang baru. Siapa tahu hati itu tidak sekejam hatimu. Boleh jadi hati itu lebih membuatku bahagia daripada hatimu. Karena aku ingin berhenti menikmati hujan yang jatuh deras di pelupuk mataku. Ingin sekali aku berhenti menatap senja yang ditemani sepi. Aku ingin berteman senang, meski beribu tahun lagi baru kudapatkan senang itu.

Biarkan merah senja membuatku hanyut dalam lamunan mengenangmu. Tak perlu kamu pinta aku untuk melupakanmu. Sebab kuyakin, aku pasti melupakanku. Tidak sekarang tapi nanti.

Namun kamu harus sabar menunggu aku melupakanmu. Sebab caraku melupakanmu tidak semudah caramu melupakanku.

*Demi Kamu
( Untuk AAA dan AM , Sepi dan hujan membuncah pecah pada imaji yang berserakan)

Membunuh SepiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang