Sekarang aku sedang berada di dalam taxi menuju apartemen milik anaknya Om Tyo. Katanya apartemen itu sudah tidak ditempati lagi oleh anaknya. Jadi aku boleh tinggal disana semauku. Betapa beruntungnya aku.
Taxi yang kutumpangi berhenti disebuh gedung betingkat-tinggi sekali-yang berada di sekitar pusat kota. Setelah turun aku langsung menuju resepsionis untuk mengonfirmasi kedatanganku.
"Selamat datang di apartemen Maximilinium. Ada yang bisa saya bantu?" ucapan formalitas dari penjaga resepsionis menyambutku. Senyum lebar ramah juga tidak ketinggalan.
"Saya penghuni baru dari Mix5. Kata Om-eh pak Tyo saya harus konfirmasi dulu ke sini" kubuat senyum seramah mungkin dengan penjaga resepsionis didepanku. Kulihat nametagnya tertera nama Imelda Rahayu. Menggunakan seragam berwarna biru gelap dengan aksen putih di beberapa tempat. Rambut disanggul rapi dan make up yang tidak terlalu menor. Cantik. Aku tidak menyukainya dan aku juga bukan penyuka sesama jenis, hanya tidak akan pura-pura ketika ada perempuan yang benar-benar cantik melebihiku lalu memujinya cantik.
"Pak Tyo sudah mengonfirmasikannya kepada kami. Ini nomor pasword nya. Nanti bisa anda ganti dengan keinginan saudara. Kamar anda berada di lantai 20" masih dengan senyum ramahnya mbk imelda-panggilanku-menyerahkan secarik kertas dengan tulisan beberapa angka. Aku mengambil kertas itu dan sedikit tersentak ketika mendengar mbak imelda mengatakan lantai 20. Tinggi banget dong.
"Lantai 20? Emang apartemen ini ada berapa lantai mbak?"
"20 lantai. Tempat saudara berada di lantai paling atas gedung apartemen ini" sial. Alamat nggak bisa nongkrong di balkon. Takut ketinggian saudara-saudara.
"Oh.. Oh ya saya Cleo" kuulurkan tanganku ke depan, kearah mbk Imelda. Walaupun aku sudah tau namanya tapi tidak berkenalan secara formal tidak afdol. Mengetahui niatku mbak Imelda menyambut uluran tangan ku dengan senyum yang semakin lebar. Mungkin dengan tindakanku mbak Imelda merasa di hargai sebagai penjaga resepsionis.
"Saya Imelda Rahayu. Jika butuh bantuan anda bisa hubungi saya atau bagian manajemen. Senang bisa berkenalan dengan anda mbk Cleo"
"Cleo saja please" ucapku dengan senyuman. Kata mbak terlalu tua menurutku. Dan aku belum tua kalau kalian mau tau.
"Baiklah. Kalau tidak keberatan Imelda saja"
"Oke.. Senang berkenalan dengamu Imelda" apartemen baru dan teman baru.
"Senang juga berkenalan dengan mu, Cleo"
****
Ting
Pintu lif terbuka. Dan aku langsung dihadapkan pada sebuah meja bundar dengan sebuah vas dan beberapa macam bunga segar yang indah. Dibelakang meja ada sebuah pintu warna coklat emas dengan ukiran-ukiran rumit yang membuatnya terlihat elegan, berkelas dan tentu saja mahal. dan ada pintu lagi dengan tulisan exit. Mungkin tangga darurat berada di ujung sebelah kiri lif.
Sebelum pintu lif tertutup aku segera berjalan mendekati pintu di depanku itu. Di dinding sebelah kiri pintu ada semacam alat keamanan. Berbentuk persegi dengan layar touchscreen tertempel disana. Dan sepertinya itu tempat untuk memasukkan pasword ruangan yang akan aku masuki. Ya kalau emang benar di depanku ini rungan yang dimaksud oleh Om Tyo dan Imelda.
Ruangan ini membuatku ragu karena yang aku tau apartemen itu berlorong-lorong dan berpintu banyak seperti hotel. Tuhan semoga saja bukan kandang singa. Kudekati alat keamanan itu dan ku masukkan pasword yang ku bawa.
746380
Teet. Pintu terbuka. Kutarik nafas sebanyak-banyaknya dan kuhembuskan dengan perlahan berharap ruangan di dalam itu bukan kandang singa ataupun kandang jin. Dengan perlahan kudorong pintu yang berukiran rumit itu dan kumasukkan sedikit kepalaku untuk sekedar memastikan keadaan di dalamnya. Gelap. Tentu saja. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Pintu kubuka lebih lebar agar aku bisa masuk kedalam. Dan mencoba mencari saklar lampu yang biasanya selalu berada di dekat pintu. Dan ternyata benar. Tanganku menemukan beberapa saklar lampu dan kuputuskan untuk menyelakan semuanya. Dan o em ji.
Nafasku terasa terhenti di tenggorokan. Mataku mungkin sebentar lagi akan keluar. Bagaimana tidak. Ini lebih bisa di katakan sebagai penthouse dari pada apartemen. Dari tempatku berdiri aku bisa melihat sebuah ruang tamu dengan kursi berbentuk U yang menghadap pada buffed rendah dengan TV plasma 40 inci-mungkin-diatasnya. Selanjutnya ada space kursi santai dan meja kecil serta karpet bulu tebal dekat dengan kaca pembatas yang super besar.
Suara gemercik air menyadarkanku dari rasa kagumku. Bukannya mereda. Kekagumanku yang mengarah ke katrok dan kampungan semakin bertambah. Di sebelah kanan dari sisi pintu ada sebuah aquarium dengan panjang sekitar 3 meter dan tinggi 2 meter. Dilengkapi dengan lampu warna warni dan berbagai macam ikan di dapannya membuatnya terlihat sangat menajubkan.
Baru awal masuk saja sudah di suguhi fasilitas dan pemandangan yang luar biasa. Membuatku semangat untuk menjelajahi semua ruangan yang ada di tempat ini. Aku semakin masuk ke dalam dan menuju ke bagian kanan bangunan penthouse.
Disana, ada sebuah dapur minimalis dan meja makan sederhana dan juga sebuah kamar mandi. Lanjut ke bagian kiri terdapat beberapa pintu yang berjejer. Mungkin kamar tidur.
Dan benar. Pintu paling dekat denganku ada sebuah kamar sederhana dengan sebuah kasur, lemari pakaian, meja belajar dan sebuah pintu. Pintu berikutnya tidak dapat dibuka mungkin di kunci oleh anaknya Om Tyo. Ya sudahlah aku juga tidak peduli. Kulanjutkan ke pintu terakhir yang terlihat berbeda dari 2 pintu sebelumnya. Mungkin kamar utama. Kunyalan lampu didekat pintu. Dan aku benar lagi-ketawa dalam hati-itu kamar utama dari penthouse ini.
Kesan maskulin sangat terasa. Sebenarnya di seluruh tempat di penthouse ini terkesan maskulin dengan penempatan warna yang dominan warna hitam, putih dan abu-abu. Selera yang bagus untuk seorang bocah baru puber.
Kasur king size dengan seprai dan bantal warna hitam dan abu-abu. Disebelahnya ada meja kecil dengan lampu tidur dan sebuah korden warna abu-abu terbentang gagah. Dan sisi seberangnya ada meja belajar dan lemari pajangan. Depan kasur ada TV plasma menempel di dinding dengan rak buku dan kaset VCD di samping kanan dan kirinya. Samping kanan TV ada pintu kaca sementara sebelah kiri TV ada pintu kayu.
Kuputuskan untuk masuk pada pintu kayu dan ternyata kamar mandi mewah yang luas. Ada bathtube dan kubus kaca dengan shower. Sebuah closed dan meja marmer menyatu dengan wastafel dan kaca. Di balik pintu kayu ada pintu kaca geser dan ternyata sebuah walkinclosed. Berisi berbagai macam jenis pakaian cowok. Jam tangan, kaca mata, topi, kalung, persing dan sepatu berbagai merk terkenal.
"Orang kaya mah beda. Seleranya selalu bisa bikin ngiler. Tuhan jodohin hamba dengan orang yang punya tempat seperti ini. Aamiin" doa tulus dari hati. Di kabulin oke gak di kabulin ya doa lagi.
"Waktunya berbenah" teriakku semangat. Kubuka tas ranselku dan kukeluarkan semua isinya. Tidak terlalu banyak. Hanya beberapa baju dan celana. Mungkin setelah kerja aku bisa beli beberapa baju lagi. Lagian ada bajunya si bocah-panggilanku untuk anaknya Om Tyo-yang bisa di pinjam dan barang lainya tentu saja. Beruntungnya hidup eneng. Aseek.
"Selesai. Waktunya mandi" ku ambil handuk dan berjalan ke kamar mandi.
Tak butuh waktu lama untuk mandi karena aku bukan jenis cewek pecinta kamar mandi. Hanya dengan memakai bra dan celana dalam aku menuju ke tempat tidur dan masuk ke dalam selimut tapi sebelum itu tak lupa ku kunci pintu kamar. Walaupun sendiri dan aman tapi tetap aja harus waspada. Kugerakkan badanku ke kanan dan ke kiri mencari posisi nyaman. Setelah mendapatkannya kumatikan lampu utama menjadi lampu tidur.
Besok akan jadi hari yang menyenangkan. Kok bisa tau? Entahlah. Firasat Cleo Chantik sih gitu. Senyum lebar terbit di wajahku dan tak lama semuanya menjadi gelap. I'm sleep.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Husband? Oh No!
General Fiction(18+) "Mau aku bantu gak?" tanyaku. Dan dia mengangguk. "Sekarang buka seragammu" dia masih terdiam bingung. Namun selanjutnya dia berteriak heboh dengan mata melotot. Lucu. "Lo mau perkosa gue?" ucapnya dengan kedua tangan menutupi bagian dadanya...