Selamat Membaca..
Disorientasi tempat menimpaku ketika deburan ombak dan suara ramai di luar kamar membangunkanku dari tidur. Setelah kesadaranku terkumpul aku baru mengingat dimana aku berada. Di dalam kamarku yang ada di Bali. Aku segera menyibakkan selimutku melangkah masuk ke kamar mandi, dan melakukan rutinitas seperti biasanya di dalam kamar mandi.
Sampai aku ingin berteriak sekencang-kencangnya dan menenggelamkan Valvo ke dalam Laut. Disana, di bawah telingaku ada mahakarya istimewa dari Valvo yang sudah berubah warna merah gelap. Valvo sialan, bisa-bisanya buat seperti ini di saat ada ayah yang melihatnya bisa membunuhku di tempat. Aku harus buat perhitungan dengannya.
Selesai dengan urusan mandi dan berpakaian aku bergegas menuju kamar Valvo yang berada di bagian belakang rumah, bekas kamar anaknya Bli Gede yang sudah menikah. Tanpa mengetuk pintu, kubuka pintunya dengan sentakan keras "Aku mau minta.. Aarggh" teriakku berputar arah membelakangi Valvo. Di depanku tadi Valvo sedang topless dan hanya mengenakan boxser ketatnya saja. Wajahku memanas, jantungku juga berdetak keras membuatku gemetaran.
Walaupun langsung berbalik memunggunginya tapi aku dapat melihat kalau tubuhnya lumayan untuk anak seusiannya. Tubuh tingginya yang berisi dengan proposional, otot-ototnya yang sudah memperlihatkan diri dan dada bidangnya yang nyaman untuk di peluk. Terlalu sempurna malah untuk seorang bocah. Tapi tak heran juga mengingat kata Mama Sandra Valvo sudah jago beladiri, dan pasti latihannya berdampak pada tubuhnya itu.
Sebuah tangan mendorong pelan pintu di depanku yang terbuka sampai tertutup, lalu tarikan kuat merubah tubuhku berbalik ke belakang. Di depanku berdiri Valvo dengan tubuh toplessnya dan kedua tangannya di pundakku "Kenapa berbalik? Gak mau lihat tubuhku?"
Mataku bergerak liar melihat ke atas, mengabaikan tatapan Valvo serta ucapannya tadi. Aku harus kuat iman untuk tidak tergiur dengan tubuh indahnya itu "Kamu boleh pegang juga kalau kurang puas hanya dengan melihat saja" ucapnya menggoda. Ya ampun, Tuhan. Kuatkanlah tubuhku agat tidak menghianatiku untuk menggerayangi tubuhnya itu. Tanganku sudah gatal ingin bergerak sendiri mengusap dada bidangnya lalu bergerak ke otot bisepnya.
"Aku harap blushing di pipimu ini hanya kepadaku" jemari Valvo bergerak di atas pipiku. Menambah sensasi panas menjalar ke seluruh wajahku. Aku menelan ludahku susah payah, mencoba tetap sadar dan tidak hanyut dalam godaannya yang menciptakan denyut-denyut aneh di beberapa tempat.
Aku tidak boleh terintimidasi olehnya, tidak lagi. Cukup semalam saja aku terbuai ciumannya, dan saat ini aku harus menaklukannya. Semangat Cleo.
Aku menaruh kedua tanganku di depan dada, memandang tajam ke arah Valvo, dan kutegakkan kepalaku mencoba tidak terpengaruh dengan ucapan sebelumnya "Aku... Aku mau marah sama kamu!" Valvo menaikkan sebelah alisnya bingung, duh aku ngomong apa sih, tepuk jidat deh "Marah?" aku menganguk, udah terlanjur di lanjutin aja "kenapa?"
Aku memindahkan juntain rambutku ke sisi yang lain, menunjukkan dengan jelas karya yang dibuat Valvo "Ini apaan? Kanapa buat kaya gini sih? Emang barang apa di kasih tanda segala" ujarku ketus yang malah membuat Valvo terkikik geli. Gesrek ya? Lagi aku marahin ini.
"Bagus kok"
"Bagus dari mananya? Kalau ketahuan ayah bisa di buang ke laut aku"
"Tenang aja. Aku bakal loncat ke laut buat nyelamatin kamu"
"Serius dong, habis ini kan mau sarapan sama ayah. Kalau ayah sampai tau gimana? Bisa-bisa aku gak di ijinin balik ke Jakarta lagi" jelasku gregetan dengan tanggapan santai Valvo. Tangan Valvo mengembalikan untaian rambutku menjadi seperti semula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Young Husband? Oh No!
General Fiction(18+) "Mau aku bantu gak?" tanyaku. Dan dia mengangguk. "Sekarang buka seragammu" dia masih terdiam bingung. Namun selanjutnya dia berteriak heboh dengan mata melotot. Lucu. "Lo mau perkosa gue?" ucapnya dengan kedua tangan menutupi bagian dadanya...