[4] Dunia Malam

56.3K 2.4K 18
                                    

     Dengan kecepatan ekstra, Mobil merah sporty itu melaju membelah kota Jakarta malam hari. Suasana yang sudah sepi membuatnya leluasa mengendarai mobil. Dengan perasaan kalut, sesekali Raka memegang erat setir nya. Terlihat dari buku-buku jari cowok itu yang memutih.

     "Bangsat." Gumam cowok itu lirih. Selama ini, ia tak apa jika Ayah dan Ibunya pergi menyibukkan diri dengan urusan bisnis dan perusahaan. Tapi, Raka merasa bahwa kedua orang tua itu selalu mengekangnya. Menyuruhnya ini itu ; Perjodohan, Perjodohan, Perjodohan.

     Hubungannya dengan kedua orang tua memang tidak ada baik-baiknya, terutama Ayahnya. Semua dimulai ketika cowok itu masih duduk di bangku SD. Raka mulai merasa tidak diberi kasih sayang dari orangtuanya. Hingga Raka kadang merasa, siapa orang tuanya sebenarnya?
Raka tidak butuh fasilitas-fasilitas seperti mobil, motor, rumah besar dan segala yang berhubungan dengan mewah. Ia hanya butuh pengertian dari Orang tuanya.

    Tapi sepertinya sudah terlanjur beku. Hati cowok itu sudah mengeras sehingga sepeduli apapun orang tuanya sekarang, tidak akan mampu mencairkan suasana dalam hatinya.

     Raka menghembuskan napas, berusaha menetralkan perasaan yang bergejolak hingga ingin melampiaskan pada seseorang. Mobilnya terus dipacu, karena lampu kebetulan sekali langsung menyalakan hijau. Ketika sampai dipertengahan, tiba-tiba suara klakson yang dibunyikan panjang membuat Raka sontak mengeram mendadak mobilnya, setelah itu melaju mobil dari arah kanan yang melewati mobilnya. Raka menahan napas, jantungnya berdetak tak karuan. Hampir saja. Dan yang membuat cowok itu kaget setengah mati adalah, Ia tahu mobil itu milik siapa.

     "Goblok emang. Lampu merah diterjang. Lagian, ngapain coba tuh cewek jam sebelas kelayapan?"  Raka geleng-geleng sendiri saat mobil Gadis masih terlihat hingga menghilang di belokkan.

     Raka kembali melajukan mobilnya, dengan perasaan yang campur aduk. Beberapa kali ia mencoba melupakan kejadian beberapa detik yang lalu, namun nihil. Terlalu banyak yang cowok itu pikirkan ; Emang orang tuanya nggak nyariin apa? Cewek boleh pergi malem-malem?. Namun tiba-tiba Raka menggelengkan kepalanya sendiri. Lah, peduli amat bege?

     Memelankan mobilnya, Raka kemudian turun dari mobil saat sudah memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Kaus hitamnya ia balut lagi dengan hoddie. Langkahnya terus berjalan hingga memasuki tempat yang sudah tak asing lagi untuknya.

    Dentuman musik dj mulai terdengar saat cowok itu masuk. Seakan sudah biasa dengan aroma rokok dan alkohol yang menyengat, Raka tetap masuk. Sempat harus menyampingkan badan saat melewati kerumunan orang yang tengah menikmati musik, hingga akhirnya ia menuju di sofa merah pojok yang selalu menjadi sasarannya.

     "Kesini lagi?" Suara familier langsung masuk ditelinga Raka begitu cowok itu duduk.

     Dengan cengiran, ditatapnya Putra --salah satu bartender yang kenal baik dengannya.

     "Delon nggak kesini?" Tanya Raka. Karena sedari tadi, manik matanya tidak melihat keberadaan Delon, teman club nya yang juga sudah kenal baik.

     "Enggak. sibuk belajar buat Ujian kampus kayaknya."

     Raka terkekeh geli, "Sejak kapan tuh anak belajar?"

     Dan Putra hanya mengedikkan bahu. "Masalah lagi?" Tepat sasaran. Ia emang udah hapal banget kalau cowok itu kesini. Kalau suasana nggak gelap dan cuman ditemani disco kayak gini, Putra  bersemir warna hijau dibagian ujung-ujung rambutnya.

     Raka menggeleng, kepalanya ia sandarkan di sofa. "Bawain. Yang biasanya." Katanya. Membuat Cowok yang umurnya lebih tua tiga tahun itu berdiri.

THE MOST WANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang