[25] Again

29.7K 1.4K 17
                                    

     Gadis menuangkan air yang baru saja masak dalam baskom berwarna biru berukuran besar. Tak lupa menaruh empat handuk kecil di sisi-sisi baskom.

     Cewek yang masih mengenakan seragam itu membawa dengan cepat menuju ruang tamu. Bibirnya sesekali berkedut sebal ; antara kesal, dan   kepo akan apa yang baru saja terjadi.

     "Fuck, i will die." Rama berdesis seraya memegangi bagian ujung matanya yang mengeluarkan darah. Cowok itu tak bisa berhenti merintih.

     Begitupun dengan Leo dan Wira, kedua cowok itu mengibas-ibaskan koran tepat di wajah mereka yang terasa perih. Sedangkan Raka, cowok itu lebih diam dan mengusap lukanya menggunakan lengan hingga seragamnya terkena noda berwarna merah itu.

     "Sabar," ujar Gadis setelah meletakkan baskom di atas meja berbentuk persegi panjang. Tak lama, suara temannya yang berada di lantai atas untuk berganti baju dan mengambil obat-obatan terdengar menuruni tangga.

     "Dis, lo obatin gue," Raka menyuruh. Membuat Gadis refleks mengangguk, karena mau mengelak pun, ini bukan waktu yang tepat.

     Gadis memeras handuk yang sudah ia rendam sebelum mengusap perlahan didahi cowok itu. Diikuti Yuna, Diva, dan Gita.

     Sebenarnya dalam hal seperti ini, Gadis benar-benar tidak tahu apa-apa. Tapi, melihat keempat cowok itu yang wajahnya sudah berlumur darah membuatnya tak tega. Apalagi, diantara mereka, Raka terlihat lebih parah. Seragam cowok itu lebih banyak ternodai karena darah yang terusan menetes dari mulut, hidung, ujung mata, dahi, dan giginya.

     Iris mata Gadis terlihat sangat intens ketika menatap luka di dahi Raka. Cewek itu mengusap perlahan hingga darah yang membeku sudah hilang bekasnya. "Kenapa bisa?" Ujarnya kemudian saat Raka hanya diam sambil menautkan kedua alisnya y Gadis sebegitu seriusnya.

     Raka berdeham, "Nggak perlu tahu." Jawabnya sambil melihat gerakan tangan Gadis yang memeras handuk lagi.

     "Aw! Pelan-pelan anjir," Leo menjauhkan wajahnya dari tangan Yuna, cowok itu memegang pipinya. "Perih bege."

     "Lo mau nggak sakit?" Tanya Yuna ketus, "besok lagi nggak usah berantem, nyusahin aja lo bisanya."

     "Ooh, lo khawatir sama gue?" Usil Leo dan kembali mendekatkan wajahnya.

    "Se ge-er itu?" Tekanan handuk pada ujung bibir Leo membuat cowok itu ingin menjerit tapi tertahan, "nggak usah berantem, tapi langsung nabrakin ke kereta. Biar sakitnya nggak kerasa."

     "Dasar lo, Afgan."

     Setelah selesai menghilangkan darah yang membeku, Gadis kini mengambil kapas dari dalam plastik. Cewek itu meneteskan beberapa kali obat merah.
"Duduk yang tegak, letoy amat jadi cowok." Gadis berkacak pinggang.

     Karena juga ingin segera selesai, Raka hanya menurut. Cowok itu menegapkan badannya, kepalanya ia dongakkan agar bisa terlihat oleh Gadis yang berdiri.

     Gadis dengan perlahan mendekatkan kapas itu di dahi Raka. Belum sempat cewek itu meletakkan semuanya, tiba-tiba pergelangan tangannya dicengkeram Raka hingga membuat kapas itu terjatuh dilantai.

     "Cincin lo mana?" Kata Raka sambil membolak-balik tangan cewek itu.

     "Ada," Jawab Gadis cepat --terlalu cepat hingga membuat Raka curiga, "ada kok ada." Ujarnya lagi, meyakinkan.

     "Coba ambil. Gue mau lihat," kata Raka. Dagunya bergerak menyuruh cewek itu untuk pergi dari tempat.

     "Nggak percayaan banget sih jadi orang," Gadis bersungut, alisnya tertaut, "mau gue obatin nggak? Kalau enggak yaudah, gue mau tidur."
    
      Meskipun mengangguk, Raka masih saja mengamati jari manis cewek itu yang polos. Cowok itu menghela napasnya seraya menegapkan kembali duduknya.

THE MOST WANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang