[18] Balas Dendam *a

34.4K 1.6K 13
                                    

Keesokan Harinya...

     Bel pertanda pergantian jam pelajaran dengan Istirahat menggema di seluruh penjuru SMA Putra Bangsa tujuh menit yang lalu. Membuat sebagian siswa --yang tipenya habis belajar terus laper, ya langsung ngacir ke kantin. Yang enggak ya, ke perpustakaan, atau belajar di kelas.

     Yuna baru ingin membuka loker saat suara tawa yang menggelegar membuat aktivitasnya terhenti.

     Di tempat yang sama, namun berjarak sekitar beberapa meter. Terlihat Raka yang tertawa dengan sesekali umpatan, membuat semua pasang mata yang ada langsung memusatkan ke arah cowok berbadan tegap itu. Berbeda dengan Raka ---Leo yang berada di sampingnya hanya terkekeh geli sambil menunjukkan layar ponsel ke arah siapapun yang berlalu lalang. Rama dan Wira yang berada di belakang hanya bisa menggelengkan kepala heran.

     Leo menepuk bahu Raka, membuat cowok itu berhenti ngakak sebentar. Semua pasang mata beralih kepada seseorang yang ditunjuk Leo.

     Yuna menghela napas. Kepalanya menoleh kekanan dan kekiri. Naas. Belum ada tanda-tanda datangnya sahabat-sahabatnya dari kantin. Tahu gini, dia tadi mendingan ikut ke kantin daripada ke kamar mandi buat pipis. Oke stop. Yuna udah bener-bener deg-deg-an ditatap puluhan pasang mata.

     "YUNAAA!"

     Seruan lantang Raka membuat cewek yang rambut pirangnya dikucir tinggi itu menelan susah salivanya. Mulutnya refleks merapal. Tangannya entah sejak kapan sudah gemetaran. Kok gue? Emang gue punya masalah?, batin Yuna. Seumur-umur, dia emang belum pernah punya masalah sama cowok pemilik jambul kece itu. Kalau bisa sih, jangan sampai. Tapi, sepertinya kenyataan itu harus secara terpaksa di coret saat ini juga.

     Suara jantung yang berdetak seperti drum semakin menjadi saat keempat cowok itu mulai melangkahkan kaki mendekat. Refleks membuat siapapun yang berada di tengah jalan menepi. Bukan apa-apa, tapi menyerahkan diri sama saja bunuh diri.

     Raka bersiul, membuat Yuna tidak mengerti lagi apa yang dimaksud cowok itu , dia hanya berusaha terlihat tenang.

     "Yuna-yuna...gila ya. Muka lo tuh nggak sepolos perilaku lo tahu nggak?" Raka berujar santai. Namun ada maksud di balik percakapannya. Dari mereka berempat, pastilah yang lebih mengerti adalah Raka. Karena, semalam, saat dia pergi, hanya dia yang menyaksikan sesuatu. Yang sekarang, menjadi bahan leluconnya.

     "Anjing! Gue aja belum pernah ngrasain gimana rasanya. Ha ha ha!" Leo kembali bersuara, membuat Yuna yang ingin bersuara kembali menelan keinginannya. Cowok itu sesekali melirik ponsel, lalu bergantian menatap Yuna. Seolah-olah, apa yang berada di ponsel ada hubungannya dengan cewek itu.

     "Damn! Najisun ini lo?!"

     Yuna hanya bisa pasrah. Entah apa yang harus ia lakukan di keadaan seperti ini. Dikelilingi oleh empat cowok berwajah bully itu membuat dirinya semakin kecil. Apalagi, di belakang, mantan Most Wanted Girl juga menampilkan senyum senang mereka.

     Sepertinya ketakutan Yuna belum sampai disitu, karena ketika Rama --merampas ponsel dari tangan Leo, dan langsung mengarahkan benda pipih itu tepat didepan muka-nya, Yuna rasanya ingin menangis.

    "Nanti deh Yun, Leo mau tuh, sama lo." Cicit Wira disertai tawa. Membuat yang di sebut tidak terima.

     "Eh! Gue pengin yang fresh ya."

     Siapapun, tolong Yuna. Cewek itu rasanya sudah ingin pingsan.

     "Kayak punya cewek aja lo, Bencong!" Raka menambahi.

     Dengan tatapan jahil, Raka berujar lagi, "Berani di bayar berapa sih lo?"

     "Oh ya! Temen lo mana? Gadis sama ---"

THE MOST WANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang