[36] Hurted

26.4K 1.2K 26
                                    

Diluar, langit yang sebelumnya berwarna biru kehitaman, kini berubah menjadi gelap. Gadis menggeser pintu yang terbuat dari kaca, ketika melakukan hal itu ; bunyi guntur terdengar yang menandakan sebentar lagi turun hujan.

Mengembuskan napas, Gadis menyelipkan sejumput rambutnya di belakang telinga. Pandangannya menyapu ke sekeliling, mengamati banyak pengunjung hingga perhatiannya jatuh kepada seseorang yang duduk disamping kaca besar. Seketika jantungnya berdegup dengan kencang.

Kursi yang baru saja digeser Gadis membuat cowok didepannya itu terkejut dengan menolehkan kepalanya.

Senyum hangatnya terbit.

"Lo dateng.." Ucapan Bagas terdengar lirih, nyaris dilahap oleh iringan lagu yang terdengar dari panggung kecil sudut kafe.

Namun Gadis hanya menatap sekilas. Lalu pandangannya beralih keluar jendela. Entah kenapa lampu-lampu kecil yang menerangi taman bermain itu tampak lebih menarik ketimbang Bagas yang berada didepannya sekarang.

"Lo mau pesan apa?" Sejak cewek itu duduk, Bagas tidak bisa lagi menutupi senyum lebarnya.

"Apa yang pengen lo omongin? Gue nggak punya banyak waktu." Ujar Gadis sarkas. Tatapannya menajam. Dari mata, lalu beralih ke rambut cowok itu.

Dan Gadis menjadi ingat. Bagas nampak berbeda sejak terakhir mereka bertemu. Rambut yang dulunya selalu cepak, kini sering terlihat dibiarkan begitu saja. Tak tertata rapi.

Kalau boleh jujur, ingin sekali cewek itu mengundurkan rambut yang berwarna hitam legam itu.

"Mungkin ini bakalan basi," cowok berpakaian jaket hitam itu bersuara, "lo mungkin bakalan bosen kalau gue bilang kayak gini."

Gadis menunduk, menggerak-gerakkan kakinya hingga seirama dengan ritme jantungnya saat ini.

"Sorry," Bagas tak lagi bersandar, kedua tangannya ia gerakkan untuk menumpu dimeja ketika badannya ia condongkan kedepan, "cuma itu yang bisa gue bilang ke lo. sorry."

Yang dilakukan Gadis hanyalah diam sambil menggigit bibir bawahnya.

"Please, say something." Bagas kembali menyandarkan tubuhnya. Lemas, tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan akibat kesalahannya sendiri.

Gadis mendongak. Namun keatas, mengamati langit-langit kafe dengan harapan air matanya yang sudah dipelupuk ini dapat masuk lagi.

Menghembuskan napas, cewek itu menengok ke arah pintu --lebih tepatnya, mencari mobil merah dengan seseorang didalam sana. Dan napasnya berhembus lega ketika ia menemukannya.

Ia menjadi lebih sedikit, tenang.

"Gue nggak ngerti lagi harus bilang apa ke lo," Bagas menambahi lagi, "tapi gue janji, malam ini, gue bakalan jawab apa yang lo pertanyakan selama ini."

"Itu nggak penting," balas Gadis, kali ini tatapannya tepat lurus dikedua bola mata Bagas, "very fucked important."

"You are crazy man, and you know it," terdengar lirih, namun menyimpan ketegasan didalam sana, "lo bener-bener gila."

"Gue tahu Dis, gue emang gila, brengsek, bajingan, dan sejenisnya itu. Tapi gue gak pernah ada niatan buat nyakitin lo."

Perkataan Bagas membuat Gadis refleks menggelengkan kepalanya heran, "Otak lo didengkul? Lo bilang kayak gitu setelah lo udah ngelakuin hal itu? Why it feel so funny." Ujarnya. Napasnya yang memburu mengiringi setiap kata yang keluar dari mulut.

Gadis membenci suasana ini. Suasana dimana dia berada dalam lingkaran tajam sedangkan orang-orang disekelilingnya berada dilingkaran lain. Yang membuatnyaharus berusaha mengontrol emosi sekuat mungkin.

THE MOST WANTEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang