.
.
.#-#-#
" Ada penghalang baru."
Seorang pemuda tampak menempelkan ponselnya ke telinga. Tatapannya menerawang ke arah langit gelap. Keningnya berkerut saat mendengar jawaban dari seberang sambungan.
" Nggak. Sepertinya dia nggak tahu apa-apa. Dia anak baru, pindahan dari luar negeri. Penampilannya terkesan tomboy dan cara bicaranya aneh. Sepertinya dia memang baru datang ke Indonesia."
Pemuda itu mengusap tengkuknya ketika merasakan angin malam menerpa tubuhnya. Digesernya pintu kaca balkon agar tertutup lalu ia beranjak ke arah sofa.
" Tenang saja. Aku masih bisa mengatasinya. Aku cuma perlu cari waktu yang tepat buat bawa dia, kan?"
Ia terkekeh sesaat. " Kenapa anda mau tahu nama anak baru itu? Dia memang selalu menempeli target kita, tapi aku yakin itu cuma sementara. Dia cuma belum tahu seluk beluk sekolah barunya."
Ada jeda beberapa waktu. " Anda yakin mau mencari tahu tentangnya? Oke, namanya Youren Miika. Cukup gampang buat dicari, kan?"
#-#-#
Miika mengumpat berkali-kali, namun hanya dalam hati. Ia merasa bahwa teman sekelasnya yang bernama Derry itu terus saja mengawasi gerak-geriknya. Belum lagi Jean yang terus mengikuti Miika dengan tatapan tajam ke manapun gadis itu pergi. Ayolah, bukannya Jean harus menjaga Giana? Jadi kenapa sekarang pria itu jadi mengawasi dirinya? Jangan-jangan Jean mencurigai Miika sebagai salah satu anggota organisasi yang berniat mencelakakan Giana. Sial, kenapa jadi seperti ini?
" Miika?"
" Hmm?"
Bukan Giana yang memanggilnya. Melainkan gadis bernama Alena yang duduk di sebelah Romi, tepat di depan bangku Miika dan Giana. Beberapa hari yang lalu saat Miika pertama kali masuk sekolah, ia tidak tahu tentang Alena yang ternyata adalah sahabat Giana itu karena Alena tidak masuk sekolah. Gadis itu terkena demam hingga tiga hari. Dan sejak keduanya berkenalan seminggu yang lalu, Alena sudah akrab dengan Miika.
" Ada apa?" tanya Miika penasaran. Pasalnya, Alena sekarang tengah menatapnya dengan sorot kagum berlebihan.
" Lo kok ganteng banget sih?"
Nyaris saja Miika tersedak ludahnya sendiri mendengar ucapan Alena. Ia meringis pelan sambil menggaruk tengkuk.
" Tapi aku perempuan."
" Lah, gue kira lo bakal bilang 'tapi aku seorang gadis'."
Mata Miika melotot ke arah Adrian yang duduk tak jauh dari bangkunya. Rasanya kesabaran Miika makin menipis setiap harinya karena mendengar penghinaan dari mulut sepupu Giana itu. Kalau saja Adrian tahu siapa Miika sebenarnya, mungkin pemuda itu sekarang hanya bisa mengiyakan setiap perkataan Miika.
" Adrian jangan gitu dong. Kamu nih sukanya ngeledekin Miika mulu. Eh, habis ini jam olahraga kan? Miika, kamu bawa seragam?" Giana bertanya dengan nada perhatian. Sikap gadis itu benar-benar berbeda dengan sepupunya.
" Hmm." Miika sedikit enggan berbicara. Ia sedang malas mendengarkan ocehan Adrian saat ini. Jadi ia memilih untuk menjawab pertanyaan temannya dengan jawaban sesingkat mungkin.
" Yaudah. Yuk ganti baju olahraga."
Dan Miika hanya mengangguki ajakan teman sekelasnya itu.
#-#-#
Bosan. Itulah yang dirasakan Miika sekarang. Setelah melakukan pemanasan dan penjelasan beberapa materi, guru olahraga yang mengajar kelasnya memberikan jam bebas. Langsung saja semua siswa bersorak girang, beberapa murid laki-laki memilih bermain basket, dan sebagian yang lain bermain sepak bola. Berbeda dengan murid-murid perempuan, mereka lebih memilih duduk di tepi lapangan sebagai penonton dan menghabiskan waktu untuk mengobrol. Miika tidak terlalu suka dengan topik obrolan para siswi yang suka membicarakan laki-laki keren versi mereka. Karena itulah, ia memilih duduk menyendiri di bawah pohon, di dekat lapangan basket sambil mengawasi Giana yang juga ikut menjadi penonton dadakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Half ( Dragon #2 )
Action[15+] . . . #-#-# Hm? Menjadi seorang pengawal? Oh, ayolah. Selama ini dia adalah seseorang yang bekerja dengan keinginannya sendiri. Dia tak pernah suka jika harus menjadi bawahan seseorang, dan hal itu pulalah yang membuatnya keluar dari temp...