.
.
.#-#-#
Ryuu melirik datar perawat yang kini tengah merawat lukanya. Ia benar-benar merasa bosan jika harus berdiam diri setiap hari seperti ini, padahal ini masih pagi kedua dia berada di rumah sakit.
Ryuu mendapat luka di kening, bahu, lengan kanan, dan perut. Ah, jangan lupakan wajahnya yang memar-memar akibat pukulan Cole hingga mencederai hidung dan dagunya. Ck, kenapa dia bisa rela mendapat luka sebanyak itu kemarin? Apa dia sedang mengigau saat itu?
" Sudah selesai."
Perawat perempuan itu tersenyum manis pada Ryuu, yang dibalas dengan tarikan bibir kaku dan gumaman pelan sumpah serapah yang tidak berhenti diucapkannya sejak kemarin. Sebenarnya ia merasa bisa merawat lukanya sendiri, tapi ia juga sadar kalau perawat tak bersalah itu hanya mencoba melaksanakan tugasnya dengan baik. Tapi tetap saja, Ryuu tidak bisa menahan gerutuannya saat si suster datang membawa perlengkapan perawatan luka untuknya.
" Terima kasih," gumam Ryuu akhirnya. Yang dibalas dengan senyuman manis oleh suster itu.
" Nanti kalau ada yang diperlukan, silakan panggil saya."
Ryuu mengangguk kaku. Lehernya memang sudah dibebaskan sejak semalam karena ia memprotes Yudha. Dia tidak merasa lehernya sakit, tapi mereka memasang benda kaku itu di lehernya. Ternyata itu adalah ulah Arinka yang mengatakan kalau Ryuu tidak akan bisa diam meskipun sedang terluka. Dan si dokter yang menanganinya malah menuruti perintah Arinka untuk menahan Ryuu sebisa mungkin agar tidak bergerak dari tempatnya berbaring.
" Udah?"
Gean masuk ke ruang rawat Ryuu sambil membawa kantung kresek entah berisi apa. Ia mendudukkan diri di kursi di sebelah ranjang Ryuu. Ryuu hanya mengangguk seadanya untuk menjawab pertanyaan Gean dan memalingkan muka, tidak mau menatap pemuda itu.
" Kenapa? Marah?" Gean tertawa. " Kamu nggak cocok bersikap kayak gitu, Miika."
" Kamu nggak kuliah?" tanya Ryuu akhirnya.
Gean menggeleng. " Nggak, mau nungguin kamu aja. Ini pertama kalinya aku bisa nungguin kamu di rumah sakit."
Ryuu terdiam, lalu ingatannya terlempar pada kejadian tiga tahun lalu. Kejadian yang membuatnya mengalami keadaan kritis dan hampir membuat orang-orang menyerah padanya. Saat itu Gean tidak bisa menemaninya, bukan karena tidak mau, tapi karena Adler segera membawa Ryuu kembali ke Amerika untuk menadapat penanganan yang lebih baik.
" Maaf. Waktu itu..."
" Aku kaget waktu Jean nelepon dan bilang kamu sudah dibawa kemari. Panik dan takut. Aku kira lukamu seperti waktu itu..."
Gean tidak melanjutkan kalimatnya. Ia meraih tangan kiri Ryuu dan menggenggamnya.
" Kamu seharusnya kasih kabar waktu mau ketemu orang itu. Aku nggak peduli apa yang akan kamu lakukan, tapi tetap saja..."
" Ge, aku baik-baik saja. Hei, lihat sini, Gean."
Ryuu tersenyum tipis saat Gean mengangkat kepalanya dan membalas tatapannya. " Maaf ya? Dan terima kasih sudah percaya padaku."
#-#-#
Suara pintu ruangan yang diketuk membuatnya mengalihkan perhatian dari berkas pasien yang tengah dibacanya. Ia mempersilakan orang yang berada di balik pintu untuk masuk ke ruangannya.
" Hai."
Kepala seorang wanita menyembul dari balik pintu. Wanita berjas dokter itu langsung masuk ke ruangannya tanpa canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Half ( Dragon #2 )
Ação[15+] . . . #-#-# Hm? Menjadi seorang pengawal? Oh, ayolah. Selama ini dia adalah seseorang yang bekerja dengan keinginannya sendiri. Dia tak pernah suka jika harus menjadi bawahan seseorang, dan hal itu pulalah yang membuatnya keluar dari temp...