.
.
.#-#-#
Ruangan yang tampak seperti ruangan rapat itu terlihat cukup ramai. Ada sembilan orang yang berada di sana, masing-masing sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Tak terkecuali seseorang yang duduk di salah satu ujung meja besar itu. Ia terlihat duduk santai dengan merebahkan tubuhnya ke sandaran kursi dan dua kaki terangkat ke atas meja. Matanya terpejam, namun ia tidak tidur.
" Ryuu..."
" Hm?"
Ia tampak membuka sebelah matanya, lalu menutup kembali setelah tahu siapa yang memanggil namanya. " Jangan menggangguku dulu, Adler."
" Miika!"
Ia berdecak kesal saat tahu pria kaukasian di depannya tidak menyerah untuk mengganggunya. " Apa lagi?"
" Kamu tidak ikut rapat dengan pihak kepolisian?" tanya Adler dengan kening berkerut dalam.
" Dan membiarkan Jean tahu siapa aku?" balas Miika sarkastik. Gadis itu bangkit dari duduknya dan mengacak rambut pendeknya yang sudah kembali berwarna merah. Yah, itu karena ia hanya memakai cat rambut hitam sementara setiap kali akan pergi ke sekolah. Di luar mode penyamaran, ia akan kembali dengan rambut merah gelapnya.
" Dia tidak tahu wajah aslimu," sanggah Adler.
Miika tidak membalas sanggahan Adler. " Kamu juga tidak perlu ikut. Jean sudah melihat wajahmu. Biarkan Evzen dan yang lain yang menangani rapat."
Miika melemparkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Memperhatikan orang-orang yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing meskipun duduk berhadapan dalam satu meja.
" Hei, perhatikan!" Miika menepuk tangannya sekali, meminta perhatian pada orang-orang itu.
Tiga wanita dan empat pria dengan kewarganegaraan yang berbeda itu segera mengalihkan perhatian pada Miika yang berdiri tepat di ujung meja. Membelakangi sebuah layar proyektor yang menempel di dinding.
" Malam ini kalian akan ikut rapat khusus dengan beberapa orang dari kepolisian. Silakan perkenalkan diri kalian sebagai agen Black Hawk. Kalian mengerti?"
Salah seorang dari mereka mengangkat tangan. Ada seulas senyum jahil di bibirnya. " Aku juga?"
Miika mendengus mendengar pertanyaan pria berkebangsaan Korsel itu. " Jangan mulai, Jinso! Atau aku akan menghentikan les bahasa Indonesiamu dan mengeluarkanmu dari organisasiku."
Pria yang dipanggil Jinso itu malah tersenyum lebar mendengar ancaman Miika, membuat beberapa orang yang duduk bersamanya hanya bisa menghela napas panjang.
" Aku boleh memakai kata 'lo-gue'?" tanyanya lagi. Berniat membuat Miika semakin naik pitam.
" Silakan saja. Kalian bisa menggunakan kata ganti itu kalau memang menurut kalian hal itu lebih nyaman. Tapi tetap saja, aku tidak bisa melakukannya." Miika mengibaskan tangannya tak peduli.
Mengetahui kalau usahanya membuat Miika marah gagal, Jinso hanya bisa terkekeh pelan. Ah, ternyata dia sudah punya pengendalian emosi yang cukup bagus.
" Oke. Pertemuannya akan dimulai jam tujuh nanti. Evzen, kamu sudah menyelesaikan laporannya?"
Evzen, pria bermata biru itu mengangguk mengiyakan.
" Bagus. Emma, kamu sudah siap untuk menjelaskan rincian laporan dari interpol?"
Wanita berambut panjang ikal berwarna pirang itu mengacungkan jempolnya, tanda bahwa ia siap melakukan tugasnya.
" Eiko, kamu sudah selesai membuat analisisnya?"
" Semuanya sudah siap, Bos. Aku hanya perlu membuat mereka memahaminya." Kali ini, seorang wanita bertubuh mungil berkebangsaan Jepang yang menjawab.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Half ( Dragon #2 )
Action[15+] . . . #-#-# Hm? Menjadi seorang pengawal? Oh, ayolah. Selama ini dia adalah seseorang yang bekerja dengan keinginannya sendiri. Dia tak pernah suka jika harus menjadi bawahan seseorang, dan hal itu pulalah yang membuatnya keluar dari temp...