Bagian 11

660 40 4
                                    


.
.
.

#-#-#

Cahaya remang-remang serta dentuman musik yang menyumpal pendengaran membuat seseorang memilih menyingkir ke salah satu sudut ruangan itu. Di tangannya ada segelas vodka yang masih utuh. Sepasang mata tajamnya mengedar mengamati sekeliling, di mana banyak pria dan wanita berbaur, menari tanpa peduli harus berdesakan di tempat itu.

Seorang wanita berpakaian minim dengan dandanan mencolok mendekatinya. Dengan gemulai ia duduk menempel padanya dan mengelus lengan orang itu. Membuat seseorang berpakaian serba hitam itu berdecak pelan.

" Jangan menggangguku. Aku tidak datang ke sini untuk dihibur oleh siapapun," ujarnya dingin tanpa menoleh.

Wanita itu enggan pergi. Masih sibuk mengelus lengan orang yang kini sudah mulai geram dengan kelakuannya.

" Pergilah. Atau aku yang akan menyeretmu."

" Kenapa tidak ingin bermain sebentar saja?"

Mata orang itu seketika menyipit tajam. " Kubilang pergi. Kamu tuli?"

Wanita itu beringsut takut saat melihat mata tajam seseorang yang didekatinya. Segera saja ia berdiri dari duduknya dan menjauh.

" Ck."

Ia berdecak kesal, lalu meneguk vodkanya. Sekilas ia melirik jam tangan yang dikenakannya, lalu beralih menatap tangga di dekat pintu masuk tempat itu. Di sana. Ia mendapati apa yang dicarinya di salah satu meja dengan dua sofa yang berhadapan di sebelah tangga. Ia menajamkan padangan. 

Tanpa membuang waktu, ia berjalan mendekat. Duduk di salah satu kursi bar yang berada tak jauh dari targetnya dan memesan cocktail. Matanya tak lepas mengawasi dua orang yang tampak berbicara serius itu. Salah satu dari keduanya tampak tegang di tempatnya dengan mata yang terus mengamati sekitar.

Ia beranjak dari kursinya, berusaha mendekat pada dua orang itu tanpa mencolok. Namun sial baginya, saat ia hampir saja sampai ke tempat tujuannya, terdengar suara keributan di belakang punggungnya. Dua orang pria yang sama-sama mabuk tampak bergulat di tengah ruangan dengan beberapa orang yang berkerumun di sekeliling keduanya.

Ia masih berusaha mendekat, tapi ternyata dua orang yang diamatinya tadi sudah bangkit dari sofa dan beranjak keluar. Dan tampak seseorang yang lain di belakang keduanya menodongkan pistol dari balik jasnya ke arah orang yang berwajah tegang tadi. Ia berdecak kesal sekali lagi karena harus mengejar tiga orang itu ke luar bar.

Sesampainya ia di luar, kepalanya berputar, mencari tiga orang itu. Hilang. Orang-orang itu tidak ada. Ia berlari menuju arah yang diyakininya menjadi tujuan targetnya. Ia terus berlari sembari menghubungi seseorang melalui ponsel.

" Halo? Ini aku."

Setelah mendapat sahutan dari seberang, ia kembali berbicara.

" Ada transaksi kecil. Mereka melakukannya malam ini. Aku baru saja melihat anak buah orang itu. Tapi aku kehilangan mereka."

Ia terus berlari menuju sebuah gang. Di sana. Tampak sebuah mobil berwarna hitam berhenti di tepi jalan. Ia berlari mendekat. Lalu matanya melebar saat melihat seseorang dilempar keluar dari mobil, tersungkur di jalanan. Sedangkan mobil itu segera melesat pergi.

" Hei... Bangun!"

Ia menghampiri pria berjaket itu dan membalik tubuhnya. Matanya melebar saat melihat rembesan darah di dada pria itu. Tampak satu luka tembak di sana. Tangannya meraba bagian yang terluka, lalu pandangannya teralih ke arah jam tangan yang dikenakannya.

" Paru-paru. Waktunya tinggal tiga puluh menit."

#-#-#

Giana berdiri gusar di depan ruang kerja sang ayah. Sudah beberapa kali ia menghampiri pintu kayu berukir itu, tapi selalu urung untuk mengetuk. Ia menarik napas panjang, lalu dengan segenap keberanian ia mengetuk pintu ruangan ayahnya.

Another Half ( Dragon #2 ) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang