08. Rumah Hantu

2.5K 152 0
                                    

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.
Terimakasih sudah mau membaca cerita ini.
Jangan lupa vote and comment.

Love,
Firda

___________

"See, lo cantik kalo gini", Siska memalingkan wajahnya sembari tetap menyisir rambutnya dengan jari. Ikat rambutnya sudah disita oleh Alno dan terancam tidak akan kembali lagi.

"Ayok", Siska berdiri kemudian membuang gagang kembang gulanya tadi yang sudah tandas tak bersisa.

Mereka kembali berkeliling pasar malam yang lumayan ramai ini. Mulai dari pernak-pernik yang dijual, lihat rumah keong, beli es pelangi, main permainan lempar cincin ke botol, sampai anak kecil yang lagi main mancing-mancingan ikan plastik pun mereka lihat.

Lalu, saat mereka berhenti di depan wahana komedi putar, mereka tak sengaja kembali lagi berkumpul dengan Alden dan Sinta.

"Mau naik nggak?", tanya Alno sambil melihat wahana komedi putar.

"Enggak ah, nggak asik. Yang lain aja", timpal Sinta yang langsung diangguki Siska ketika Alno bertanya lagi.

"Eh, kalian berani nggak kalo masuk situ?", Alno menunjuk sebuah wahana rumah hantu yang sudah terdengar beberapa teriakan pengunjung dari dalam sana.

Sinta dan Siska kompak saling tatap. Ekspresi mereka sedikit burubah ketika mendengar rumah hantu. Siska mengalihkan pandangannya ke segala arah untuk berpura-pura tidak mendengar ucapan Alno. Sedangkan Sinta malah mencoba untuk berkilah.

"Masuk situ? Ngapain sih? Nggak seru tau"

"Kenapa? Nggak seru atau lo emang takut?", seloroh Alno penuh selidik.

"Enggak tuh, siapa juga yang takut", Sinta masih mencoba mengelak. Padahal semakin dia berkilah, maka semakin terlihat pula raut pucat pasinya yang mulai gugup.

"Yaudah kalo nggak takut berarti kita masuk", Alno tersenyum miring. Sinta semakin gugup, sementara Siska masih berlagak budeg untuk sementara waktu. Kalau Alden, dia masih jadi patung pancoran disana.

"Enggak ah, di dalam sana tuh nggak seru tau. Mending naik bianglala lagi"

"Yaelah Sinta, yang lo bilang nggak seru itu apanya sih?"

"Gini ya, Alno. Disana itu gelap, terus cuma ada hantu abal-abal. Itu nggak seru sama sekali", Alno semakin menunjukkan senyum jahilnya. Sepertinya menarik.

"Nah, itu tau kalo hantunya cuma boongan. Terus, ngapain lo takut?", Alno masih kekeh. Padahal Sinta sudah sangat geram ingin menyeretnya ke sungai amazon biar dimakan anakonda sekalian.

"Gue nggak takut", ucap Sinta tegas namun masih tergagap.

"Oke deal, kita masuk. Yok Sis, Den"

"Lah, kenapa gue juga? Ogah!", rupanya penyakit budeg sementara Siska sudah sembuh. Kini penyakitnya beralih pada jantung yang seperti hendak lari maraton.

"Gue nggak mau", timpal Alden.

"Oke, berarti nggak jadi. Nggak adil kalau mak lampir ini nggak ikut juga", dalam hati Sinta membatin senang.

Dirinya akan aman dari ancaman pingsan di dalam rumah hantu. Pasalnya, Siska tidak akan pernah menginjakkan kakinya ke tempat itu. Dan kalau Siska tidak, Sinta juga tidak akan masuk. Benarkan?

"Jadi, lo mau masuk kalo Siska juga masuk?", Sinta mengangguk pasti.

"Oke, tapi sayangnya, Siska bukan pecundang yang bakalan takut masuk kesana. Ya nggak, Sis?", Siska tetap mencoba bersikap tenang, padahal dalam hatinya sudah kalang kabut. Alno ini benar-benar minta diceburin sumur. Atau di lempar ke antartika sekalian.

Kembar yang Dikembar-kembarkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang