44. Manisnya

2.4K 161 28
                                    

Saat jam pulang sekolah tiba, tepatnya saat kelas yang dihuni oleh Alden dan Alno sudah hampir kosong, Siska datang. Entah setan apa yang merasuki gadis itu hingga membuatnya datang mencari Alno untuk pertama kalinya dalam sejarah. Alno harus mencatat momen langka ini di kalender kamarnya nanti. Harus ditandai.

Gadis itu lalu menghampiri Alno di bangkunya.

"Eh, tumben.", kata Alno. Wajar saja dia keheranan mengingat biasanya ia yang akan selalu datang menjemput Siska di kelasnya, atau menunggu Siska di parkiran.

"Lo lama.", jawabnya.

Masuk akal juga. Sebenarnya, hari ini kelas duo A sedikit terlambat bubar karena pak guru kimia yang seperti biasa korupsi waktu. Mungkin karena itu Siska bosan menunggu dan akhirnya memilih untuk mendatangi pacarnya ini.

"Sepet banget mata gue, astaga." gerutu Alno sembari membereskan barang-barangnya. Efek pelajaran kimia yang dibawa pak guru tadi masih berbekas hingga sekarang.

"Sinta mana?", tanya Alden. Tumben juga kenapa gadis itu tidak mengikuti Siska ke sini. Biasanya, dia pasti selalu ingin tahu dengan apa yang terjadi pada Siska. Dan selalu iri dengan itu. Seperti kasus tadi pagi saat Alno menjemput misalnya.

"Ada di kelas tadi. Lagi badmood dia." jelas Siska. Gadis itu lalu memilih duduk di bangku yang ada di depan bangku milik Alno sembari menunggu Alno beres dengan barang-barangnya.

"Udah. Yuk, pulang!", Siska mengangguk lalu berdiri. Pun dengan Alno yang sudah menggendong tasnya.

"Lo nggak futsal?" Alden turut berdiri dari duduknya.

"Nanti. Gue nganter Siska pulang dulu."

"Lo ada latihan futsal?", Alno mengangguk mengiyakan pertanyaan Siska.

"Jam berapa?"

"Abis ini sih. Sejam lagi."

"Sekarang kita ke kantin aja. Gue laper."

Siska lalu melenggang pergi duluan. Meninggalkan Alno bersama Alden.

"Itu tadi dia bilang mau nungguin gue futsal gitu?", Alden mengiyakan. "Kok tumben dia mau?"

Kedikan bahu Alden menyusul, tanda bahwa dia tidak mau tahu urusan Alno dan Siska yang tumben hari ini sedang dalam mode baik.

***

Kelas ini juga hampir kosong. Seperti yang tadi dikatakan oleh Siska, saat ini Sinta sedang tidak bersemangat. Ia masih duduk di bangkunya dengan kepala yang ia tumpukan langsung di atas meja. Dia juga sedang bosan menunggu Alden. Untuk kedua kalinya hari ini Alden terlambat.

Kemudian, tak lama setelah itu Alden datang. Dia berdiri tepat di samping Sinta. Menghadap gadis itu yang sama sekali tak merubah posisi bahkan setelah tau Alden datang.

"Ngapain?", tanyanya.

Sinta masih tetap sama. Hanya melirik Alden saja. Lalu berkata, "nyari sandaran."

"Kenapa?"

"Apanya yang kenapa?"

"Badmood."

Kemudian Sinta berdecak. "Nungguin lo kelamaan. Kesel jadinya."

Mendengar itu membuat Alden menarik napas pasrah. "Mau sampe kapan nyender gitu?"

Mengabaikan pertanyaan Alden barusan, Sinta justru berbicara topik lain. "Al." panggilnya.

Sebuah deheman Alden berikan sebagai jawaban. Dia masih memandangi Sinta. Melihat pipi gadis itu yang tertekan langsung oleh meja. Benda gembul itu terlihat lucu dengan bentuknya yang sekarang.

Kembar yang Dikembar-kembarkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang