MengenangMu

935 58 4
                                    

Ali duduk diam di sofa di ujung Kamarnya, tempatnya dan Prilly dulu sering menghabiskan waktu bersama. Baginya, di tempat ini ia Bisa Merasakan Kembali Pelukan hangat Prilly, Kecupan Manisnya, Juga sikap manjanya. Di tempat ini Ali terbiasa Mengenang Prilly.

Di nakas di sebelah Sofa sudah tertata Rapi Fotonya Bersama Prilly dahalu, saat waktu masih berpihak padanya, saat mereka bahagia Berdua. Sebelum penyakit itu dinyatakan positif berada dalam Tubuh Prilly.

Ali meraih foto itu, menatapnya Dalam lalu memejamkan Mata. Cara Orang melepas Rindu memang Berbeda. Dan Ini cara Ali, duduk diam, mengenang Prilly dalam setiap doanya.

"Aku Rindu sayang." Katanya Lirih sebelum akhirnya Memeluk foto itu.

Prilly sudah Terbiasa Bersamanya, namun dalam waktu yang sangat panjang ini Ia tak lagi ada disisinya.

"Pah."
Dava telah berdiri di hadapannya, setelah mengetuk pintu berulang kali namun tak ada jawaban dari Ali.

"Eh, Dav. Ada apa?"
Dava bisa Melihat dengan jelas Kerinduan mendalam di mata Papanya untuk mamanya, di kuatkan oleh foto Prilly yang ada dalam dekap Ali.

"Aku mau Izin ke makam Mama." Katanya Pelan. Menundukkan kepalanya tak lagi berani Menatap mata Ali.

"Jam berapa sekarang?" Kata Ali tegas.

"Jam 3 lewat pah. Kalau aku jalan sekarang aku bisa sampai di makam mama sebelum jam 4 sore itu kalau tidak macet sih."

"Ya sudah, siapkan Mobil, Kita Pergi Bersama."

Dava tersenyum hangat, Ia segera memberi tanda Hormat pada Ali lalu meraih kunci Mobil papanya di atas meja Rias Mamanya.

Tujuan utamanya Ke kamar papanya Sebenarnya Bukan Untuk meminta Izin ke makam mamanya, Tapi Karena Dava Memergoki Ali memeluk Foto Prilly, jadilah Ia Merubah Alasannya. Padahal Dava ingin Mengatakan Pada Ali kalau Ia Lagi-lagi menolak Ulang tahunnya dirayakan.

Usai memanaskan Mobil Papanya, Dava Berpamitan pada Resi yang kebetulan Sore itu ada di rumah, membukakan pintu untuk papanya dan Menjadi Supirnya Sepanjang Perjalanannya Sore ini.

"Emh, Pah Aku mau Ngomong."
Dava melirik Ali sedikit lalu kembali fokus pada Jalanan.

"Ngomong apa? Kamu perlu sesuatu.?"

"Enggak pah. Aku cuma mau Bilang, supaya ulang tahun aku gak di rayain. Aku gak mau."

Ali menatap Dava Serius "Dava, kamu tahu, moment seventeen kamu ini adalah moment yang di tunggu Oma, opa, Eyang kakung dan Eyang Putri nak, mereka sudah jauh-jauh hari merencanakan Ini. Bahkan yang Papa tahu, Mereka Meminta uncle Rasya Untuk Mengosongkan Ballroom Hotel saat ultah kamu. Jangan Bikin mereka Kecewa Dav."

Dava Menghelah Nafas, Ini yang dia takutkan sebenarnya, Ia tahu papanya Tidak suka di bantah "Aku hanya Tidak ingin Papa Bersedih, ulang Tahun aku sama dengan Hari kematian mama, pah. Semua orang tahu itu, dan aku tidak ingin Di anggap anak Durhaka Oleh mama karena Bahagia di hari tepat ke 17 tahun kematiannya."

Ali memejamkan matanya, bagaimana Bisa Dava Berpikir demikian.?! Istrinya bukan type perempuan Pemarah. Prilly juga tidak mungkin marah hanya karena Hal ini.

"Dava, sebelum meninggal, mamamu Berpesan untuk tidak pernah menangisinya, Apalagi Harus Menyesal karena kematiannya, Mama Tidak Menginginkan Hal itu. Dan papa tidak Pernah Mengajarkan kepada kamu untuk Terus berlarut dalam kesedihan. Jika kamu menolak ulang tahunmu di rayakan, maka ini adalah perayaan ke 17 yang kamu tolak. Kamu tidak kasihan pada Mereka yang sudah repot mempersiapkan semuanya?"

Dava menggeleng Pelan, "Bagaimana Bisa aku menerima semua kebahagiaan ini Jika papa Saja Masih belum Bisa Move on dari mama, Itu artinya papa Belum Bisa melupakan mama. Dan Dava Tidak ingin membuat Kesedihan papa Bertambah."

Dava Dan NaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang