Menyerah pada Hati

508 25 5
                                    

Dua Tahun Kemudian.

::

Dava Membuka Jendela Kamarnya lalu tersenyum,  merentangkan Tangannya Sembari menghirup aroma Petrikor Tanah dalam-dalam.  Sepertinya Hujan Baru saja Usai,  dan Dava Telah Melewatkannya.  Suasana pAgi ini masih sama dengan Pagi biasanya,  Ruang kosong di hatinya,  dan Kesunyian Tempat ini membaur menjadi Satu, membuat Dava Terbiasa. Terbiasa dengan Semua Rasa Sakit ini,  Tempat Ini dan Semuanya.

Dua tahun yang Lalu,  selepas Memperingati hari Ketiga Kematian Papa Rasya,  Dava memohon dengan Sangat Kepada Papanya-Ali,  Agar ia di izinkan Pindah Ke Bandung,  Membawa Serta Eyang Putri dan Kedua Perawatnya.  Dan dengan segala Pertimbangan dan perkiraannya,  Ali mengizinkan Dava Pergi dari rumah,  Hidup mandiri di Bandung,  di rumah orang Tua mamanya. Tempat yang sangat nyaman dan cocok untuk orang seperti Dava,  Orang yang Belajar menata Kembali hatinya. Meski awalnya Sangat berat, tetapi Ali harus mengizinkannya Pergi, Dava sudah dewasa. Salah satu Alasah Utama Dava Memilih pergi juga Menjadi pertimbangan Ali,  ia tidak akan membiarkan anaknya Tetap Tinggal dan Sakit hati,  Meski konsekuensinya Adalah Ali yang harus di tinggalkan.

Dava Menyadari seseorang Telah ada di dalam Kamarnya,  Meski tak Menoleh ia tahu siapa yang datang. Ia adalah wanita Yang dua tahun ini menemani sepinya,  berusaha merangkai Bahagia untuk Dava, memenuhi kasih sayang yang Dava Butuhkan Dan Membuat Dava Nyaman berada di sini. Eyang Putri Lily, meski usianya sudah rentah,  sudah tidak bisa berdiri diatas Kakinya Sendiri,  namun masih terus berusaha membuat Dava Bahagia, mengusahakan yang terbaik untuk cucunya.

"Kenapa Eyang Kemari? Dimana Bi Aruni dan Dina?" Dava Berlutut di hadapan Eyang putri sambil Menyentuh tangannya. Iya,  Bi Aruni,  diajak Serta Oleh Dava, bersama Suster Dina dan Om Richard. Bagian terbaik dari semua orang yang Dava ajak Ke Bandung adalah,  Bi Aruni dan om Richard memilih Menikah Setelah Enam Bulan Mereka Hidup di Bandung,  di rumah mama Dava. Kedua orang itu menikah tanpa paksaan,  mereka menikah dengan Alasan syariat Islam,  dan mereka Menikah Karena mengira,  Tuhan Memang sengaja Menjodohkan mEreka Berdua.

"Tumben kamu telat Bangun? Kenapa?  Semalam gak bisa tidur? "

Dava Menggeleng Pelan lalu mengecup Tangan Tua itu. Kekhawatiran Eyang Put selalu saja Membuatnya Merasa dilimpahi banyak Cinta.

"Kamu gak Lupa Kan Nak,  Kalau Hari ini kamu Harus Ke Jakarta,?"

Dava Mengerutkan Keningnya,  hela Nafasnya Membuatnya Berdiri dan Kembali membelakangi Eyang Putrinya.

"Dava gak Lupa Eyang, Dava Selalu ingat Waktu kunjungan Dava Ke Jakarta, bertemu Oma,  Opa dan Melakukan Visit ke pErusahaan. Selalu seperti itu kan Setiap Bulan" Dava tersenyum,  meski Eyang tak melihatnya.

"Tapi kali ini beda Nak,  Papamu akan Mengadakan Rapat Keluarga dan Kamu diminta Menghadirinya."

"Aku tahu Eyang. Om Richard sudah mengatakannya Semalam."

"Dan itu yang membuat Kamu susah tidur?" Eyang Put menghelah nAfas Lalu memajukan Kursi Rodanya ke dekat jendela. "Sudah dua Tahun Nak, Eyang Memang tidak Tahu apa Masalah kamu, tapi Eyang tidak ingin kamu seperti ini terus. Lari dari masalah hanya akan menimbulkan Masalah Baru. Eyang mungkin hanya orang tua Kolot yang tidak paham soal Masalah percintaan Lelaki seusiamu,  tapi Eyang Cukup Paham dengan Sesuatu bernama Patah Hati."

Dava Mendekat kembali pada Eyangnya. "Eyang, rumah ini bukan Pelarian Dava, Hanya Saja Dava Merasa Lebih tenang dan lEbih nyaman berada di Kota Ini. Hanya itu"

Eyang Putri tersenyum. Ia selalu percaya Pada apa yang Dava Ucapkan,  meski itu kebohongan Sekalipun.

"Kalau begitu siap-siap Sekarang, Pesawatmu Jam 10.50 Pagi."

Dava Dan NaylaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang