Tiga Hari Berlalu tanpa adanya Perubahan rasa pada Diri mereka yang di tinggalkan. Sakit masih mendominasi Rasa, seperti kalimat panjang tak tereja. Luka Masih sangat Membekas, layaknya untaian Kata Yang tak sempat tersampaikan. Dava dan Semua Orang Yang ada Di rumahnya, baru saja Pulang dari makam Eyang Kung, sesuai tradisi mereka, Orang Yang telah Meninggal Selama Tiga Hari, harus di jenguk Makamnya, Agar Arwahnya Bisa Tenang, dan Damai di Surga. Entah itu suatu kebenaran atau hanya Sekedar Kalimat penguat, agar si Mayat tidak merasa Di lupakan.
Sore ini masih sama Seperti Sore Kemarin, masih belum ada Yang Bisa Tersenyum Lepas, murung masih menghinggapi Wajah Eyang putri,Rasa Lelah masih bersarang di Wajah Tua Oma dan Opa, dan Dava Masih dengan Rasa Bersalahnya.
Sudah Tiga Hari, Namun Ali dan Dava Belum saling bertegur Sapa, Mereka Jarang bertemu di karenakan Ali yang Sering Pulang Larut malam. Dan Dava, Tidak Mau menunggu Ali Pulang. Dava Masih belum percaya Jika Papanya dan Ibu Cinta Menolak menikah tanpa Alasan ataupun Penjelasan."Tuan Muda, penerbangan Anda Di majukan Ke Jam 01 dini Hari. Saya Yang memintanya, di karenakan, besok Anda ada Ujian"
Richard datang dari arah Pintu kamar Dava, tanpa Mengetuk, tanpa Memberi Salam. Ia Langsung melaporkan apa yang menjadi Tujuannya. Dava berdecak Kesal, Kebaisaan Asisten papanya Ini Bertindak tak sesuai dengan Yang di inginkan Dava.
"Sudah berapa Kali saya Bilang Jangan Panggil Tuan mUda-----"
"Maaf Tuan Muda," lalu Richard Mendekat dan berbisik pada Dava "Saya Merasa Tidak Sopan, Kalau Ada Orang Lain yang Mendengar saya Menyebut Namamu"
Dava Menghelah nafas, lalu Memejamkan Mata. Ia Lupa, jika Besok dia ada Ujian semester. Sudah Enam bulan Berlalu, dan Sebentar Lagi Ia Akan Naik Tingkat.
"Ya sudah, siapkan Semua yang Perlu di siapkan. Dan Jangan Ganggu saya, sebelum waktu Keberangkatan itu tiba" Dava Menatap Richard, sorot matanya Lelah. Rasanya Ia tidak Bisa Kembali ke Singapore malam nanti. Terlalu Banyak kekhawatiran yang ada di Benak Dava. Mengenai Eyang Put dan Kelangsungan Hidupnya, Tentang Masalah Papa, dan Soal Warisan itu. Semuanya membuat Kepala Dava Hampir pecah.
Warisan yang Dava Punya dan segala Tanggung jawabnya telah berpindah padanya. Perusahaan pUsat di Jakarta, perusahaan yang bergerak di bidang pengiriman, memiliki cabang di Dubai, peruaahaan besar kedua miliknya, dan di Singapore. Bisnis apartement yang baru di ketahui Dava. Dan satu lagi, Di Bali, Dava Juga Memiliki Saham di resort yang ada di kawasan Nusa Dua. Ini baru perusahaan yang di wariskan kepadanya Oleh Eyang Kakung dan Eyang Putrinya, Belum perusahaan Pribadi milik mama dan Papanya A&P yang bergerak di bidang periklanan dan properti, belum warisannya Dari Oma dan Opa. Itu semua membuat Dava Hampir mati berdiri. Untung saja Ada beberapa orang kepercayaan Dava yang senantiasa Membantunya.
"Baik, Saya Permisi" Richard Berlalu, Ia Tahu Dava Sedang Tidak Ingin di ganggu. Cukup semua Masalah-masalah yang di hadapinya.
Dava Menghelah Nafas panjang, lalu Menutup pintu Kamarnya. Mungkin ia Harus Bersitirahat sejenak. Namun Belum lama matanya Terpejam, godoran Pintu kamarnya Membuatnya Harus Mengumpat kesal, Dava Berjalan Cepat Dan Membuka secara Paksa Pintu Kamarnya. Ia ingin Marah, sekarang.
"Om Richard, sudah ku katakan Jangan Menggangguku, sebelum------- papa? "
Ucapannya Terpotong, karena Ali yang ada di depannya. Dava menghelah Nafas Lalu menunduk Dalam. Ia Salah orang, dan Ia sudah membentak papanya."Kenapa marah-marah, hhmm? "
Ali memegang kedua pundak Rapuh Dava, setelahnya ia merangkul Bahu anaknya Lalu membawanya Menuruni Tangga."Ada yang ingin bertemu" Kata Ali lagi, Lalu mengiring Dava ke Ruang Kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dava Dan Nayla
Ficção AdolescenteCerita Kedua tentang Ali dan Prilly 'From' Menjemput Hati Seorang Alindo Revand tidak Pernah Menyangka akan Di tinggalkan secepat itu oleh Istrinya Prilly Natasya. Seorang Wanita Jelita yang mengidap penyakit berbahaya hingga Merenggut Jiwanya. Kema...