Seberapapun aku menahanmu, kalau kamu tetap memilih dia, aku bisa apa?
-w-
Kamu pergi dan duniaku berubah sunyi.
Tak ada senyum yang terukir, hanya air mata yang menjelaskan tentang kekecewaanku pada takdir.
Kamu selalu berhasil membuatku menggigil di depan perapian.
Bukan kedinginan yang aku rasakan, tapi ketakukan akan dirimu yang memilih meninggalkanku suatu saat nanti.
Dan suatu saat nanti itu, telah sampai di hadapanku.
Mengoyak, merobek hati dengan sekali sentak.
Merampas bahagia, juga tawa yang pernah mengudara.
Kita, akhirnya selesai. Menyisakan air mata, menembus dinding luka sebagai satu-satunya peristirahatan rasa.
Bahkan, tak sekalipun kutemui tempat untuk sekadar melepas penat, merawat hati yang tengah sekarat.
Semesta, sedang sekejam itu.
Barangkali ia lelah.
Mendengar banyak semoga tanpa pernah ada usaha.
Barangkali, semesta merasa tak dihargai.
Mendengar setiap keluh padahal ia sudah memberi yang mereka butuh.Jangan banyak mengeluh, bahagiamu sedang menanti untuk kau temukan.
Kdl, Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatuh
Puisi[CERITA TIDAK DIPRIVATE] Ketidakadilan pun terkadang mematikan. Bukan tentang seberapa banyak pengorbanan yang sudah dilakukan, tetapi tentang bagaimana caranya bersikap saat harap dalam hidup lenyap dalam sekejap. Bukan tentang seberapa banyak luka...