Chapter 50

862 66 0
                                    

Nothing : Halo, sayang. Aku akan pergi ke London dan jangan harap kau bisa pergi dariku

Angga mengerutkan kening ketika membaca sebuah pesan dari nothing--Amanda. Sengaja namanya tidak dituliskan karena membaca nama gadis itu malah membuat dia muak.

"Ck, gausah sok bisa buat cariin gue karena gue gak akan ada di tangan lo," ucap Angga.

Pagi ini, Angga sudah berada di rumahnya mengingat Beby sudah tiada dan rumah gadis itu dijual oleh Mamanya sedangkan Mama Beby pergi dan pindah ke luar negeri.

Rumah besar, namun sayang sangatlah sepi.

"Angga, lo udah siap belum? Ari udah di depan," teriak Steffi dari lantai bawah.

Angga bergegas beranjak dari zona nyamannya--tidur--dan turun ke bawah menyusul Steffi yang sudah siap bersama Ari.

"Ck, lemot banget, sih, jadi cowok." Steffi bersedekap.

Angga mendengus. "Jangan salahin gue. Salahin, noh, temen lo waktu di Indonesia dulu."

"Siapa?"

"Tebak aja sendiri."

"Temen gue banyak, Ngga. Kalau gue sebutin satu-satu lebaran tahun depan baru kelar. Gue 'kan orangnya supel." Steffi tersenyum.

"Sialan. Si Amanda, noh, tiba-tiba chat gue."

"Amanda siapa dah?" Saut Ari yang bingung dengan percakapan dua orang yang kini berjalan bersamanya ke mobil.

"Amanda itu musuh gue, dia suka sama Angga. Emang, Amanda chat apa, Ngga?"

"Dia bilang kalau dia ke sin."

"APA? AMANDA KE LONDON? KENAPA LO MASIH SANTAI? BEGO!" Pekik Steffi tepat di telinga Angga dan Ari.

Angga mengelus-elus telinganya. "Udahlah, Steff, lagian dia gatau rumah gue."

"Lo bego, ya? 'Kan Amanda punya banyak kacung. Dan sekarang lo gak lagi tinggal di rumah Beby, lo tinggal di rumah orang tua lo yang berarti, Amanda bakalan lebih muda nyari elo."

"Bego, kenapa gue gak mikir sampe kesitu?"

Drrttttt drrttttt.

Handphone Angga bergetar menampilkan nama 'Kak Arnold' di layarnya. Dengan segera, ia menggeser tombol hijau di layar.

"Angga, Syifa kritis."

Dua kata pokok yang mampu membuat jantung Angga seperti berhenti berdetak.

"Ngga, buruan ke rumah sakit."

Tanpa berkata apapun, Angga memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

"Ri, buruan cepetan!"

"Kenapa, Ngga? Lo kok pa--"

"--Syifa kritis."

***

Tiga remaja ini berlari di lorong rumah sakit. Membuat kegaduhan karena langkah kaki mereka dan mengundang amarah dari beberapa suster. Namun mereka acuh karena ada sesuatu yang lebih penting daripada meladeni suster itu,

Syifa.

"Kak, Syifa gimana?" Tanya Steffi begitu ketiganya sampai di depan ruang ICU.

Arnold mengusap wajahnya kasar. "Gue gak tau. Gue barusan dateng dari kamar mandi dan dokter bilang, kalau Syifa kritis."

"Emang, Syifa kenapa kok bisa kritis?" Tanya Steffi.

"Dia... jatuh dari tempat tidur. Itu gara-gara--"

Bukkk.

Ucapan Arnold terpotong karena sebuah hantaman dari Angga yang mendarat di rahangnya.

"BANGSAT! LO JAGAIN SYIFA AJA GAK BENER!"

"Angga, lo apa-apaan sih?" Steffi menengahi mereka.

"Dia bangsat. Jagain adek sendiri aja gak bisa! Kakak macam apa lo?"

"Ngga, lo gak bisa tersulut emosi gitu aja. Kak Arnold gak sepenuhnya salah," saut Ari.

Angga menatap Arnold yang sedang kesakitan karena hantamannya dengan tatapan mengintimidasi. "Silahkan belain dia."

Strong Love❌AnggaSyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang