Chapter 57

1.8K 91 27
                                    

Angga, Steffi, dan Ari masih berada di tempat peristirahatan terakhir Syifa meskipun semua orang yang tadi berada di sana sudah pulang. Mereka masih larut dengan kesedihan. Apalagi Angga, ia kehilangan semangat hidupnya.

"Ngga, udah, Syifa malah gak tenang kalau lo terus-terusan sedih kayak gini." Steffi berjongkok, kemudian menepuk-nepuk bahu sepupunya itu.

"Kemarin Beby, sekarang Syifa. Kenapa semua orang ninggalin gue, Steff? Gue mungkin terpukul atas kematiannya Beby, tapi gue paling gak bisa liat cewek yang gue sayang dan gue pertahanin selama ini juga pergi. Gue--gue kehilangan semangat hidup gue."

"Angga, seenggaknya lo udah pernah bikin Syifa bahagia," saut Ari.

Angga menggeleng. "Gue masih sering bikin Syifa nangis dan gue belum sempet minta maaf. Bahkan gue gak nyangka kalau gue sama dia bakalan ngomong buat yang terakhir kalinya waktu dia baru sadar."

"SYIFA!"

Semua mata menoleh ke sumber suara. Dua orang paruh baya dengan baju kantor mereka berlari ke peristirahatan terakhir Syifa.

Wanita paruh bayah dengan make up di wajah dan blazer yang masih membalut tubuhnya tanda beliau barusaja pulang dari tempat kerja. Satunya adalah seorang pria paruh baya dengan jas hitam serta tas di tangannya.

Keduanya Steffi kenal sebagai orang tua Syifa.

Mama Syifa menangis tersedu-sedu sambil meratapi kepergian anak bungsunya, Syifa. Anak yang selalu ia lupakan karena pekerjaan.

"Tante, Om, maaf," ucap Angga.

"Kamu siapa?" Tanya Gerald, Papa Syifa.

"Saya pacarnya Syifa, Om. Saya gak becus jagain Syifa sampai Syifa jadi kayak gini."

Mama Syifa mendekat ke arah Angga dan mendekap anak lelaki itu. "Saya tidak marah karena semua ini bukan salah kamu. Saya dengar, alat bantu pernafasan Syifa dilepas oleh anak tiri suami saya yang dulu."

"Tapi Syifa gak akan kayak gini kalau saya gak jadi pacarnya. Amanda, anak tiri suami Tante, benci sama Syifa gara-gara saya."

Mama Syifa menggeleng. "Bukan, ini bukan salahmu, nak. Seharusnya saya dan Papa Syifa berterima kasih banyak karena kamu sudah mau mencintai dan mendukung Syifa. Terima kasih, nak."

"Terima kasih sudah menjadi lelaki sejati untuk anak saya. Terima kasih sudah menjadi penyinar di hari-harinya yang amat suram. Terima kasih sudah menjadi pendukung hebat untuk anak saya. Saya bangga kepada kamu, Angga," saut Papa Syifa.

Dan mulai saat itu, Angga mencoba berdiri tanpa hadirnya mataharinya, Syifa. Walau bagaimanapun dia sadar bahwa dia harus melangkah ke depan dan tidak boleh terus-terusan terpuruk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Strong Love❌AnggaSyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang