Chapter 27

1.2K 81 13
                                    

"Apa? Lo ketemu Syifa?" Ulang Steffi. Ia barusaja mendengar cerita Angga mengenai dirinya yang bertemu dengan Syifa.

"Iya, Steff, gue ketemu dia. Gue yakin itu dia," ucap Angga.

"Serius? Tau darimana kalau itu Syifa?"

"Suaranya persis kayak Syifa. Rambutnya, gak ada yang beda sama dia."

"Oh, iya, Syifa 'kan juga pindah ke London," gumam Steffi pelan.

"Kalian ngomongin apasih?" Tanya Beby yang barusaja keluar dari dapur sambil membawa beberapa snack di tangannya. Beby duduk menengahi Angga dan Steffi.

"Sialan lo, By. Kenapa sih duduk di tengah-tengah segala? Kalau bukan sepupu gue, udah gue gorok lo daritadi," ketus Steffi.

"Hehe, ya sori. Btw, ceritain dong, kalian lagi ngomong apasih?"

"Tadi gue ketemu mantan gebetan gue di taman," ujar Angga.

Beby mengerutkan kening. "Siapa?"

"Rahasia."

"Ck, tapi itu beneran dia kan? Soalnya, di London banyak orang yang sama. Apalagi rambut sama suaranya. Kecuali wajah. Lo liat wajahnya gak?" Tanya Beby yang dibalas gelengan oleh Angga. "Enggak. Gue cuma denger suara sama liat rambutnya doang."

"Bisa jadi, itu bukan di, Ngga," saut Steffi. "Tapi bisa jadi iya juga, sih."

***

Angga menutup matanya lagi. Lagi-lagi, untuk kesekian kalinya, Angga memikirkan tentang 'siapa gadis yang ia kira Syifa di taman tadi?' Orang lain atau memang Syifa?

"Itu Syifa atau enggak ya?"

"Ngga."

Angga menoleh ketika seseorang memanggil namanya. Itu Steffi.

"Lo... kenapa?"

"Gue mikirin Syifa," ceplos Angga.

"Syifa ya? Gagal move on?" Tanya Steffi yang dibalas anggukan dari Angga. "Iya, gue gagal move on dan gak mau move on."

"Makannya, cari yang baru."

"Ck, males gue. Susah carinya. Cari cewek baru itu gak segampang nyari upil."

"Lah, ngapa jadi upil? Btw, nyari upil itu susah."

"Pe'a."

"Najis."

"Alay."

"Ck, siapa suruh gagal move on?"

"Gue gagal move on karena gue orangnya setia," ucap Angga.

Steffi memutar bola matanya. "Setia? Setia sama siapa? Lo jomblo, terakhie kali lo nembak cewek, lo ditolak."

"Gausah disebutin juga kali."

"Yaudah. Biar lo sadar."

"Gue selalu sadar, gue gak pernah pingsan."

"Pe'a."

"Najis."

"Alay."

"Gitu aja terus sampe bego." Angga bersedekap.

"Elo emang udah bego dari lahir, Ngga."

***

Sudah berkali-kali Syifa mengganti channel TV-nya dengan malas. Sore ini, kedua orang tuanya pergi mengurus bisnis mereka.

"Ini menyebalkan. Buat apa Mama nelpon gue supaya gue pulang tapi dia sendiri pergi?" Tanya Syifa entah untuk siapa.

"Adik plus mantan gue ini kenapa, sih?" Tanya Arnold yang barusaja turun dari lantai dua.

Syifa mendengus. "Mama nyebelin. Gue benci."

"Nyebelin? Kenapa?"

"Gue disuruh pulang, eh sendirinya pergi. Gimana gak marah? Tau gini, mending gue main ke taman."

"Ke taman mulu. Waktu buat keluarga kapan?"

"Gue gak pernah nganggap ini semua keluarga."

"Kenapa?" Arnold mengernyit.

"Karena.. gue masih gak bisa nerima semuanya. Nerima kalau ternyata kita itu saudara tiri, nerima kalau ternyata Mama udah ngelupain 'keluarga' yang dulu." Syifa menunduk.

"Everything has change, Syif. Sifat semua orang berubah."

"Secepat itu?"

"Iya, secepat itu. Dan mau gak mau, kita harus nerima kalau 'kita' yang sekarang udah beda sama 'kita' yang dulu. Tapi, bukannya semua orang berhak bahagia? Terus, kenapa kita gak mencoba jadi sebuah keluarga bahagia?"

"Gue... bakalan coba."

"Panggil gue Kakak, Syif.".

"Ka--kak."

---

Halo kawan-kawan. Gimana part kali ini?

Gak tau kenapa, aku suka liat Syifa-Arnold yang semula 'mantan' sekarang jadi 'saudara tiri.'

Di cerita ini, aku gak cuma kasih bahan cerita tentang persahabatan, tapi juga tentang keluarga.

Dan tentunya,

Cara menghargai perasaan seseorang.

Sampai jumpa di next part😊

Strong Love❌AnggaSyifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang