Part 3

11.2K 445 3
                                    

Aku duduk disalah satu bangku di ruang lab bahasa. Beberapa senior sedang mengatur beberapa bangku didepan. Sebenarnya aku tidak terlalu suka keluar kelas. Nilaiku selalu terbelakang. Kalau malas, aku lebih suka tidur dikelas dibanding cabut keluar dari kelas. Tapi kali ini guru theater sekaligus guru Bahasa Indonesia memanggil nama-nama khusus yang entah untuk apa dipanggil.

Sosok ketua theater masuk lalu memandangku sinis. Lalu masuk beberapa senior kelas XI yang kukenali. Setelah dilihat semua sudah berkumpul, moderator hari itu langsung membuka perbincangan.

"Jadi tujuan kalian dipanggil kesini adalah untuk mengikuti workshop cinematography." Ucap Bu Wita sebagai guru atau pembina.

Aku menghela napas. Waktuku akan tersita dengan kegiatan ini. Sudah terlalu banyak kegiatan yang kuikuti mulai dari theater, konseling, pramuka, dan akan ditambah lagi dengan cinematography. Tapi menolak pun alu tak bisa. Mereka bilang ini adalah orang-orang pilihan kepala sekolah.

"Jad besok kalian bisa datang lebih telat. Sekitar jam setengah 8 sudah harus sampai ya. Jangan terlambat lagi." Kak Nanda, salah satu senior kelas XII itu berbicara. Yang aku tau, dia seorang penyuka fotografi. Dan jarang sekali dia mau berbicara pada orang.

Beberapa saat setelah pemberitahuan lain. Seperti harus menyiapkan naskah pendek, jangan terlambat dan lain-lain. Kami dibolehkan bubar. Tapi di lan itu masih tersisa aku, Audri, Silvi, Kak Nanda dan Kak Wira. Aku melihat keadaan luar lab. Ini dilantai 5, tentulah begitu sepi karna lantai 5 hanya khusus lab saja. Jalanannya juga gelap sehingga harus berhati-hati saat berjalan.

"Kenapa Dhira sama Zahra ga ikut ya?" Audri duduk diatas meja kayu dekat pintu sambil menunggu senior kami selesai merapikan bangku.

"Tersingkir sama para nenek sihir." Jawabku asal, membuat yang ada dikelas malah tertawa terbahak-bahak.

Setelah selesai membersihkan bangku-bangku, Kak Wira langsung pamit untuk pulang karena ada keperluan mendadak. Tersisalah kami dan Kak Nanda. Setidaknya ia membawa handphonenya sebagai penerang jalan.

"Ayo kita turun." Kak Nanda menyalakan senter dari handphonenya. Aku mengikutinya dibelakang disusul Audri dan Silvi. Kami menuju tangga yang ada diujung lorong lantai 5. Baru beberapa langkah, aku tersandung yang kupikir adalah kabel. Beruntung Kak Nanda didepanku sehingga aku jatuh dan memeluk punggungnya. Ia berbalik kemudian memegang tanganku yang bergetar karena terkejut dan takut akan gelap.

"Key?" Ia memanggilku kecil. Aku menatapnya gugup.

"Gapapa? Ayo jalan lagi." Ia kemudian menepuk pundakku lalu menggenggam tanganku yang kanan. Kemudian ki berbelok ke kiri untuk turun ke tangga.

Kemudian ia menyuruh masuk kelas lalu tersenyum kecil. Berkata bahwa jangan terlambat besok.

"Nanti bakal aku chat supaya engga telat ya, Key." Ucapnya yang kubalaskan dengan anggukan.

Tapi, entah kenapa ketika ia menggenggam tanganku, ketakutanku hilang.

••••




HAI GUYS. UNTUNG PART SELANJUTNYA DALAM PROSES, JANGAN LUPA VOTE COMMENT YA TERUS TAMBAHIN KE LIBRARY KALIAN ATAU READING LIST NYA

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang