Part 5

7.6K 342 3
                                    

"Ahh..." Aku meregangkan kakiku. Lelah sekali daritadi berdiri. Panasnya juga terik sekali tadi siang. Membuatku harus mengikat rambut menjadi ekor kuda. Tapi shooting tetap berjalan lancar walaupan panas tetap membakar kulit.

"Udah makan?"

"Oh astaga." Aku memegangi dadaku, suara itu datang tiba-tiba dari belakang. Aku berbalik lalu mendongak ke atas melihat sosok yang berdiri. Nanda rupanya.

"Pasti belumkan? Yang lain udah pada makan, tinggal kamu yang belum." Ia duduk bersila didepanku, mengeluarkan dua kotak nasi. Aku memiringkan kepalaku. Apa aku makan sebanyak itu sampai ia menyiapkan dua kotak? Batinku.

"Aku juga belum makan, nunggu kamu makan dulu."

Deg...

Key terkejut dengan ucapan sosok didepannya. Key menatap Nanda cukup lama. Tapi yang ditatap bersikap begitu santai. Seperti tidak ada kejadian apa-apa. Tidak tahukah ia bahwa jantungnya berdegup begitu kencang karena ucapannya?

Key memperhatikan Nanda sekali lagi. Wajahnya tenang, sedap untuk dipandang. Matanya tak terlalu lebar, tak terlalu sipit, memancarkan keteduhan. Tangannya perlahan meletak kamera didalam tasnya.

"Nanti aja terpesonanya." Ia mulai membukakan kotak nasiku. Kemudian perlahan memindahkan sayuran dan sambal kepinggirnya.

Aku tergegun, bagaimana ia tahu aku tak menyukai sayuran dan sambal pada nasi kotak?

"Nah ayo makan." Ia menyodorkan kotaknya padaku. Lalu mulai membuka kotaknya sendiri. Lalu mengaduk-aduk sebentar kemudian mulai menyuap perlahan. Aku mengikuti gerakannya, menyuap makananku perlahan.

Ah bagaimana dia bisa tau aku tak menyukai semua itu? Apa dia menyu.. APA? Tidak tidak! Tidak mungkin! Aku menggelengkan kepalaku berusaha menepis pikiran pikiran aneh.

Klik...

Suara jepretan kamera membuatku menoleh. Kak Rasyid rupanya. Ia tersenyum lalu berjongkok disebelahku, kemudian tersenyum puas setelah melihat hasil fotonya.

"Kalian hari ini janjian?" Ia menatap kearahku dan Nanda.

"Janjian apaan sih kak?" Aku mencubit pelan lengan Kak Rasyid, ia tertawa. Nanda ikut tertawa melihat wajahku yang merah. Entah karena malu atau panas yang membakar wajahku.

"Iya, janjianlah. Ga sadar kalian pake pakaian abu-abu?" Dia menunjuk pakaian kami.

Ahh..benar, batinku.

Aku melihat kearah Nanda yang tampaknya baru sadar. Benar, hari ini aku memakai kemeja abu-abu, sedangkan Nanda menggunakan hoodie berwarna senada denganku. Setelah membuat kami terdiam, Kak Rasyid pergi sambil tertawa lebar.

Aku mengaduk-aduk sayuran dipinggir kotak nasiku. "Kak.. Ini...."

"Selalu ada orang, yang tampaknya tak peduli. Padahal ia memperhatikanmu." Ucapnya, memotong perkataanku. Ia membereskan kotak nasinya kemudian bangkit, mengacak rambutku sejenak, dan pergi berlalu.

Ia tak tahu, rasanya seperti ada suatu perasaan yang menggelitik didalam sini. Aku memegang dadaku. Merasakan denyutnya yang begitu cepat.

••••

Shooting baru selesai sekitar jam setengah tujuh. Aku mulai khawatir tentang angkutan. Biasa angkutan kearah rumahku akan sulit pada jam segini.

"Aurel pulang sama siapa?" Tanya Kak Putra sembari membereskan alat-alat shooting.

"Sama kita aja, Put. Kan sekalian tuh mau ke arah rumah dia." Kak Rasyid menyembulkan kepalanya dari balik mobil.

"Kalo Audri? Sama siapa?" Pandangan Kak Putra berpindah ke Audri yang berdiri disebelah Vian, salah teman kami yang bertugas sebagai juru kamera.

"Nih, ojeknya disamping." Audri menunjuk Vian yang duduk diatas motornya.

Vian menepuk kepala Audri. "Ojek ojek palalu peyang."

"Sakit bego." Audri mengusap kepalanya kemudian pandangannya berhenti padaku.

"Kalo Rin? Sama siapa?" Audri mendekati aku yang sudah menyandang tas.

"Eh aku.." Aku berpikir sejenak akan pulang naik apa.

Tiba-tiba suara klakson motor dari belakang mengagetkanku. Aku berbalik menatap sosok dibalik helm. Aku memiringkan kepalaku. Kemudian sosok itu membuka helmnya perlahan.

"Key pulan sama aku." Ia menepuk kursi belakang lalu tersenyum padaku.

Ah.. Jantungku mulai begini lagi. Setelah beberapa saat membantu membereskan barang-barang keperluan shooting. Aku segera naik ke boncengan motor Nanda. Kepalanya berbalik menghadapku, kemudian mendekatkan telinganya kepadaku.

"Ini akan seperti saat kau pergi ke luar angkasa." Ia mulai berbisik.

"Hm?" Aku mengerutkan dahiku. Ia tersenyum kemudian memakai helmnya.

"Bersedia." Ia menghidupkan motornya, suaranya menderu menembus langit yang mulai gelap.

"Bersiap." Ia mulai mencoba memutar gasnya. Namun aku tetap belum mengerti apa maksudnya.

"Berangkat." Ia mulai menjalankan sepeda motornya dengan kecepatan sedang. Angin malam berhembus, mengibas rambutku yang dikuncir. Semakin lama kecepatannya semakin tinggi. Aku mulai gemetar. Tanganku melingkari pinggangnya. Kepalaku bersandar dibahunya yang lebar. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh tanganku yang melingkari pinggangnya. Aku membuka mataku. Ia tetap pada kecepatan seperti tadi, namun tangannya masih bisa menggenggam tanganku. Tanpa sadar aku menikmati genggamannya. Dan terus berdoa.

Aku tak ingin mengakhirinya sekarang.

•••



WHY NANDA SANGAT SO SWEET GUYS? PENASARAN GA SIH KEYRINA SAMA NANDA BAKAL JADIAN APA NGGA? LAH AKU JUGA PENASARAN. TUNGGU PART SELANJUTNYA YA BAKAL ADA YANG SEDIH JUGA NIH.

Gomawo💙💙

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang