Part 27

3K 156 2
                                    

April mop!

Hari ini tepat 1 april. Setelah melalui perjuangan panjang dengan membuat film ini. Akhirnya jadi. Sempat ada sedikit protes dari mereka masalah pembukaan film.

Sebuah film pendek karya
Keyrina Tasytjana

Mereka merasa tak dianggap. Padahal maksudnya adalah sebuah film yang disutradarai olehku. Masalah naskah adalah diskusi bersama. Malah dibeberapa naskah sempat aku belokkan ceritanya agar lebih menarik.

"Kak, aku gamau premiere gagal cuma karena pembukaan film. Ubah aja jadi drama coster." Aku menyarankan untuk mengubah namanya menjadi nama organisasi theater kami.

Kak Putra tersenyum. "Ini yang kakak suka dari kamu. Dewasa, tau kapan mengalah padahal kamu bukan kalah."

Aku menggeleng. "Ini bukan masalah menang atau kalah kok, Kak. Ini kebersamaan. Memang disetiap rencana bersama pasti ada hambatannya. Kayak gini salah satunya."

Maka hari ini, tepat jam setengah tujuh malam. Aku sudah stay didepan pagar untuk menjaga pintu masuk. Oh, astaga. Seorang sutradara menjaga pintu masuk? Tapi biarlah. Beberapa panitia lain sedang menjajakan tiket yang on the spot. Siapa tahu mereka ingin membeli tiket tambahan. Atau mungkin mau snack double kali ya?

"Keyrina!" Aku melihat Arman melambai dari parkiran.

"Kak, aku tingga sebentar ya." Aku menitip tugas pada Kak Diah yang tidak lain tidak bukan adalah pacar dari Kak Putra.

"Iyah, gapapa. Kayaknya tamu spesial ya?" Aku hanya menyengir lalu seger menjumpai Arman.

"Kok bertiga? Katanya berempat?" Aku menatap disana ada Saqif dan satu temannya lagi.

"Aurel!" Aku melirik Aurel yang berjalan santai.

"Eh, ada Arman? Loh sama siapa?" Aurel menegur dua orang yang sedari tadi hanya diam dibelakang Arman.

"Ini sama Saqif sama Syamil. Yang satu lagi mungkin nyusul." Jawab Arman.yang diperkenalkan hanya cengengesan.

"Eh ayo masuk." Aku mempersilahkan mereka masuk kedalam area menonton setelah mengisi daftaf hadir dan menukarkan tiketnya.

Paras ganteng dari Saqif membuat beberapa panitia lain seperti Dhira, Zahra, Silvi dan Audri, berebut melayaninya. Tapi terkejutnya ketika Saqif malah menggandeng tanganku, membuat mereka terdiam.

"Maaf ya cuma bisa anteri sampe sini. Masih ada tugas lain." Aku pamit bersama Aurel yang sibuk berbicara dan terkekeh bersama Syamil.

Melihat kedekatan Syamil dan Aurel, aku rasa mereka akan berlanjut setelah ini. Semoga saja ada perkembangan untuk mereka.
.
.
.
.
Film kami diputarkan paking terakhir setelah beberapa film pendek lainnya. Empat ratus penonton hadir dan menikmati film yang kami suguhkan. Beberapa wartawan dan para pefilm dari kotaku juga datang sebagai undangan. Beberapa menyelamatiku karna sukses menggarap film yang baik.

"Wah filmnya bagus banget, Rin. Gue suka."

"Film lo lucu sumpah. Dapet lawakan receh dimana?"

"Berhasil lo jadi sutradara."

Semua ucapan masuk ketelingaku membuatku bahagia. Sampai suatu waktu dimana banyak wartawan dan didepan wartawan tersebut kepala sekolah memelukku. Mengatakan bahwa aku berhasil sebagai sutradara pertama dari SMU Harapan.

"Jadi, apa kesulitan dalam pembuatan film ini?"  Tanya salah seorang wartawan dari salah satu majalah remaja.

"Kesulitannya pasti ada kalo untuk proses melakukan sesuatu. Tapi kesulitan yang berada ditingkar paling atas adalah waktu. Saya harus bisa membahi waktu mereka supaya ga bentrok dengan jadwal crew dan pemain." Jawabku. Semua wartawan mengelilingiku. Entah sudah berapa pertanyaan yang kujawab.

"Pertanyaan terakhir mbak, ada gak sih penonton spesial dari mbak sendiri?" Astaga, majalah ini. Mengusung tema cinta juga?

"Tentu ada. Para tamu semuanya spesial bagi saya. Terlebih ini film pertama saya. Tapi penonton spesial saya ada disana. Di photoboth." Aku menunjuk tiga orang laki-laki yang sedang sibuk berpoto di depan photoboth yang memang sengaja kami sediakan. Siapa tahu bisa jadi kenangan mereka.
.
.
.
.

Aku menghampiri ketiganya yang sedang bicara dengan Aurel dan Vian. Aku, Aurel dan Vian memang mengenal Arman lebih dulu. Lalu Arman mengenal kami pada Saqif dan Syamil.

"Eh ayo poto dong." Aku mengajak mereka semua untuk berpoto. Siapa yang tau pertemua dengan mereka akan berlanjut atau tidak.

Terhitung dari sebelah kiri, Arman berada dipaling kiri, setelah itu Aku dan Saqif. Kemudian dikanan ada Aurel dan Syamil. Dan dibawah ada Vian. Bingungnya, jika semua ingin berfoto siapa yang akan memotret kami? Tiba-tiba Nanda lewat dan menyadari bahwa kami membutuhkan seorang fotografer.

Nanda menghitung satu sampai tiga. Aku merasakan sebuah tangan merangkul pinggangku. Tangan Saqif. Membuat Nanda tertegun setelah memotretnya. Kemudian Nanda berlalu setelah sejenak menunjukkan hasil potonya padaku.

"Selamat ya." Bisik Saqif ditelingaku. Ia menyematkan rambutku dibalik telinga. Membuatku merinding dan jantungku berdetak cepat.

Sebenarnya, Nanda kenapa? Ia cemburu ketika tangan Saqif melingkar di pinggangku. Tapi ia sendiri menjauhiku. Cowo itu, mck. Tidak jelas sama sekali.

Perempuan butuh kepastian dengan segala hal yang lelakinya lakukan.

•••

Yash!
Maapin author. Emang saqifnya yang suka sama Keyrina deh kayaknya ya? Huh jangan salahin author sama sekali. Ini bukan kemauan author. Maap ya Nanda😔😔.

Yuk mana vote dan komennya biar eyke makin semangat nich!
Hehe

Gomawo🙏💙

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang