Part 18

3.4K 170 5
                                    

"Teman yang baik adalah teman yang selalu ada dikesenangan maupun kesedihan."

Hari pertama sekolah disemester dua. Semua siswa sibuk membeli buku tulis dikoperasi. Sekolahku memakai buku tulis khusus. Bertuliskan SMU Harapan beserta lambang sekolah. Aku memasuki kelas dan menyapa beberapa temanku yang sudah datang.

"Rin!" Audri melambai kemudian menepuk bangku disebelahnya.

"Lo selalu milih dideket AC. Gue suka ngantuk tau." Aku tertawa diikuti cekikikan kecil Audri.

"Emang dasar lo nya aja yang males, bego." Audri tertawa keras, tawanya menggema ke seluruh ruangan yang masih sepi.

"Rin, lo tau ga, kelas sepuluh ada murid baru loh." Audri mengguncang badanku, aku mengangkat kepalaku yang ku tidurkan diatas lipatan kedua tangan.

"Oh ya? Ipa ato ips tuh anak?" Aku mengangkat alisku. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli. Tapi jika ia masuk ke kelasku, itu akan sedikit merepotkanku karena pasti aku yang akan diutus untuk membantunya mengejar pelajaran.

"Dari tampangnya sih ips. Eh gila nih kenapa semua pada masuk? Uda mau masuk ye?" Audri mengalihkan pembicaraan ketika melihat teman sekelas berhamburan masuk.

"Ada apaan?" Aku bertanya pada Vira yang duduk dibangku sebelah.

"Oh, itu katanya engga boleh nongkrong lagi. Harus langsung masuk. Nah itu pak Yanto." Ia menunjuk sosok laki-laki pendek dengan perut buncit. Pak Yanto, wali kelas. Aku merebahkan kepalaku lagi, tak peduli.

"Selamat pagi." Ia masuk tak sendiri, sosok cewe bertubuh kurus dengan tinggi badan yang tidak terlalu tinggi mengikutinya masuk kedalam kelas.

"Pagi, Pak." Jawab seisi kelas serempak.

"Pak, nyulik bidadari dimana?" Hekal menyeletuk ketika melihat sosok perempuan, yang kupikir biasa saja.

"Heh, kalo cewe aja semangat. Oke anak-anak. Kalian kedatangan teman baru. Silahkan perkenalkan diri kamu." Pak Yanto mempersilahkannya berdiri didepan kelas.

"Halo, namaku Saphira Utami. Bisa dipanggil Tata. Mohon bantuannya untuk beradaptasi dan mengejar pelajaran." Ia membungkuk sedikit lalu tersenyum.

"Oke sekretaris mana?" Pak Yanto celingak celinguk mencari sosok yang dicarinya.

"Kayaknya lo bakal dapat kerjaan." Bisik Audri. Aku mengangkat tanganku tanpa membangkitkan kepalaku.

"Oke sekret, selama seminggu kamu duduk sama dia. Kasih tau peraturan tata tertib, daftar pelajaran dan semua yang diperlukan." Ucap Pak Yanto kemudian menyuruhnya duduk.

"Loh pak? Terus saya gimana?" Audri menunjuk dirinya sendiri.

"Ya kamu jomblo dulu. Ups, emang jomblo yah?" Pak Yanto tertawa kemudian keluar meninggalkan kelas yang seketika berubah menjadi ribut.

•••

"Oh ya, daftar pelajarannya?" Tata menatapku yang duduk disampingnya. Duduk didepan membuatku tak bisa sedikit bermalas malasan.

"Oh, kalo daftar pelajaran lo bisa liat di situ, namalo juga udah ada dipiket." Aku menunjuk tempelan dinding berwarna kuning.

"Oh gitu. Oh ya, nama lo siapa?" Tata menatapku lagi.

Aku tersenyum. "Keyrina."

Tak berapa lama masuklah sosok guru berparas tionghoa. Yang lebih jelasnya dia memang orang tionghoa. Mengajar matematika. Pelajaran kesukaanku. Tapi hari ini cukup bersemangat. Rupanya anak baru disebelahku ini mempunyai jiwa yang sama sepertiku.

"Loh, kalian kok mirip?" Pak Kowin menunjuk wajahku dan Tata. Kami terkekeh.

Aku bersenandung kecil. Memang sudah hobiku untuk bernyanyi. Setidaknya untuk bermusik walaupun bukan bakatku, gitar adalah temanku sepanjang waktu. Lagi-lagi suara Tata mengikuti alunan senandung kecilku.

"Lo suka nyanyi ya?" Tata bertanya sambil menggaris buku matematikanya.

"Hobi aja." Aku tersenyum. "Lo punya pacar ya?" Aku menebak.

"Kok lo tau?" Tata berhenti menulis lalu menatapku.

"Lo cantik, gamungkin gaada yang punya." Aku terkekeh kecil.

"Cantik? Cantik bukan berarti selalu ada yang punya. Kalo lo cinta sama dia cuma karena mukanya, terus gimana cinta lo sama Tuhan lo?" Aku tertegun.

•••

Aku berjalan ke arah kantin bersama teman-temanku (Dhira, Zahra, Audri, Silvi, dan Fifah). Ah ya, aku belum mendeskripsikan mereka ya?

- Dhira kubilang ia yang paling manis. Tutur katanya lembut. Badannya berisi dan tidak terlalu pendek. Termasuk lucu.

- Zahra kalau dipikir ia cantik. Hanya saja sikapnya mengesalkan. Sedikit bego diantara kami. Tapi ia pula yang menjadi semangat bagi kami.

- Audri ia temanku sejak mos. Kami bertemu sekali ketika ingin masuk SMU negeri, hanya saja sama-sama tidak lolos dan entah kenapa bisa masuk kesini bersamaan. Ia manis, dengan tinggi yang mencapai 165cm, tubuhnya menjulang diantara kami.

- Silvi ia yang tercantik. Wajahnya putih dengan bibir yang selalu disapu lipstick merah. Badannya berisi, dengan badan yang tidak terlalu tinggi. Sttt... Dia paling banyak disukai.

- Fifah dia paling jarang muncul, jarang berbicara. Si bolot yang malang. Kami bisa memanggilnya prematur karena ia lahir pada waktu 7bulan.

Dan yang terakhir aku, kata mereka diantara mereka akulah yang terbaik. Mereka bilang aku loyal pada semua orang. Mereka juga bilang aku begitu penyayang. Tapi mereka aneh hari ini. Mereka diam setelah Audri berbicara bisik-bisik. Ulang tahunkukan masih lama, untuk apa direncanakan sekarang.

"Aku naik duluan ya." Istirahat masih tersisa 15 menit lagi. Aku segera melenggang pergi, tapi singgah sebentar di toilet lantai satu.

"Iyakan gue juga bingung tau ga kenapa muka dia terus yang dipajang di instagram." Seseorang berbicara dalam suara keras. Zahra? Batinku

"Eh lo tau ga, katanya tulisan dia bulan ini gagal. Gegara tersaingi sama penulis lain. Gue denger dia out." Suatu suara menyambung lagi. Aku tahu siapa yang mereka ceritakan.

"Hah? Sumpeh lo? Gada lagi dong duit dia?" Zahra berteriak kencang tak percaya.

"Iya swear. Gue denger sendiri waktu kemaren dia teleponan." Sautnya lagi.

"Yah gila, ngapain lagi kita temenan sama dia kalo duitnya udah gaada?" Zahra tertawa kencang.

"Kita tinggal jauhin pelan-pelan aja kali." Audri? Itu Audri? Batinku.

"Awalnya sih gue sakit hati tuh si Tata deketin dia. Tapikan dia gapunya duit lagi. Ya buat apa? HAHAHA." Audri tertawa kencang. Menggema ke seluruh toilet

Aku keluar dari kamar mandi seperti tidak tau apa-apa. Kemudian berkaca tepat disebelah mereka . Mereka terdiam menatapku. Aku tersenyum merapikan helai helai rambutku yang berantakan.

"Duluan ya guys." Aku berlalu meninggalkan mereka.

Hanya saja lo semua gaperlu jauhin gue pelan-pelan. Gue bisa langsung ngejauh.
Seandainya pun gue tau lo semua kayak gini.
Gue akan menjauh duluan.

•••

Jahat banget sih temen temennya. Fake gitu. Yaampun padahal Keyrina udah baik banget ke mereka ya? Oh iya, gimana denga Nanda ya? Apa kabar tuh anak?

Tunggu aja part selanjutnya ya☺️

Ohya guys, jangan lupa untuk tetap komen dan vote ceritanya ya. Soalnya itu yang buat aku jadi semangat buat nulis loh.

Gomawo🙏💙

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang