Part 40

4.8K 203 5
                                    

Bagiku,
Semua laki-laki adalah sama
Belum ada yang bisa membuka mata
Bahwa ada satu laki-laki berbeda

-keyrina
.
.
.
.

Aku memarkirkan mobilku diparkiran apartemen yang megah ini. Sudah tujuh tahun sejak ia pindah kesini aku selalu mengunjunginya. Aku melirik arloji yang menunjukkan pukul tujuh tepat. Setidaknya hari ini, aku tidak jaga malam.

Aku memasuki lift dan langsung menekan tombol tujuh. Lift naik dengan penumpang hanya aku sendiri. Setelah sampai aku langsung berbelok ke kanan. Kemudian mengetuk pintu.

"Masuklah." Ucapnya dari dalam.

Aku membuka pintu dan melangkah masuk kedalam apartemennya. Apartemennya besar. Ada tiga kamar yang lumayan besar menurutku. Aku meletakkan tasku dan meliriknya kearah kamar. Sedang bekerja rupanya.

"Belum selesai?" Aku mendekatinya sambil menguncir rambutku.

Ia menggeleng. "Belum."

Aku berdiri disebelahnya. Kepalanya ia senderkan pada perutku kemudian aku mengelus pipinya pelan. Ia kemudian menarikku kepangkuannya. Aku suka seperti ini. Ketika ia mencurahkan perasaan cintanya tak hanya lewat bicara, ia juga berbuat.

"Yangg, udah makan?" Tanya-nya manja.

Aku melingkarkan tanganku dilehernya. Menatap wajahnya dekat. Kemudian mengangguk

"Udah, tadi ada keluarga pasien yang bawain makanan." Ucapku pelan

Ia mengangguk-angguk kemudian mulai mengetik lagi. Aku sedikit membersihkan kemejaku yang berantakan. Kemudian bersandar padanya. Tiba-tiba, ia berhenti mengetik dan melingkarkan tangannya pada pinggangku. Kemudian mencium leherku. Oh, bulu kudukku merinding rasanya mendengar helaan napasnya.

Aku menatap wajahnya. Kemudian memeluk bagian lehernya erat. Aku masih berada dipangkuannya. Padahal aku termasuk berat. Ia mendekatkan wajahnya pada wajahku. Kemudian mulai mengambil alih bagian bibirku. Beruntungnya hari ini aku tidak memakai lipstick dan hanya memakai liptint.

Ia masih memeluk pinggangku. Melumat bagian bibir. Entah dapat kekuatan dari mana ia memindahkan tubuhnya sendiri dan tubuhku dalam gendongannya ke atas tempat tidur. Ia menatapku yang terengah-engah. Kemudian mulai melumat bibirku lagi.

Tangannya perlahan membuka kancing atas kemejaku. Kemudian turun kekancing kedua. Aku menahannya, tapi kemudian ia masih melumat bibirku. Aku menjauhkan wajahnya dari wajahku.

"Kamu yakin mau lakuin sekarang? Engga mau halalin aku dulu?" Tanyaku tersenyum.

Selalu ada senjata untuknya.

"Astagfirullah." Ia bangkit kemudian duduk dipinggir tempat tidur. Aku tertawa keras kemudian memeluknya dari belakang.

"Yangggg, itu tutup dulu dua kancing atasnya. Aduhhh, entar aku khilafnya lanjut nih. Cepetan." Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Oh, untungnya aku sayang padanya. Dasar monyet! Hihi.
.
.
.
.

Meja makannya didesain seperti bar. Bangkunya tinggi. Aku menaikinya perlahan setelah selesai dengan segala urusan masak. Mengobrak-abrik kulkas dan berusaha menemukan sesuatu untuk dimasak dan dimakan. Tapi kemudian aku menemukan beberapa potong daging ayam yang kumasak dengan beberapa bumbu hasil belajar dari ibu.

"Ayo kita makan." Ucapku sambil meletakkan piring.

Ia mulai menyuap dengan perlahan. Lalu mengangkat jempolnya mengatakan bahwa yang kumasak sudah pas seperti perkiraannya. Aku mulai menyuap perlahan dan larut dalam pikiranku. Laki-laki didepanku ini, sudah lama ia menjalani hubungan tanpa statusnya denganku. Bahkan bertahun-tahun. Aku menatapnya.

"Aku mau nanya." Aku mulai menegakkan badanku. Ia menatapku tak mengerti.

"Tanya aja, selagi masi gratis." Ia menyuap makanannya lagi. Dasar kecebong anyut. Emang ga bisa apa serius dikit aja?

"Serius pe'ak." Aku mencubit lengannya pelan. Ia tertawa.

"Yaudah cepetan atuh neng lekas tanya sama 'aa." Aku terkikik pelan.

"Kamu sebenernya kapan mau seriusin hubungan sama aku?" Ia seperti terkejut mendengar pertanyaanku.

Wajahnya berubah. Lebih dalam kulihat ia emosi. Sendok dan garpunya diletak begitu saja. Makanan yang belum terkunyah sempurna langsyng ia telan. Ada apa? Salahkah seorang perempuan meminta kepastian?

"Kenapa tanya itu?" Ia bertanya pelan. Tangannya terkepal disebelah kanan dan kiri piring.

"Aku cuma mau minta kepast.."

"KENAPA HARUS TANYA ITU HAH?!" Suaranya meninggi. Wajahnya merah padam. Ia emosi.

"MEMANG KAMU SUDAH CUKUP SERIUS?!" Apa? Jadi ia pikir selama ini aku hanya main-main? Begitu?

"Akukan cuma tanya, kita udah lama tapi gak ada status sama sekali, jadi.."

"SEGITU PENTINGNYA STATUS BUAT KAMU HAH?!" Perempuan butuh kepastian, mengertilah.

"Saqif.." Ucapku lirih.

"KALO AKU BILANG AKU GAADA NIATAN UNTUK NIKAHIN KAMU GIMANA HAH?!"

Deg
Satu
Dua
Tiga
Tarik napas, buang.

"Kalo itu kata kamu, terimakasih untuk bertahun-tahun tanpa kepastiannya." Ucapku. Aku meletakkan semua peralatan makan keatas meja. Lalu turun dari bangku.

"Ingatlah, wanitamu hanya akan jadi wanita sejatimu jika kau berikan ia kepastian. Bukan membuatnya bertanya apa arti sikapmu." Aku meraih tasku dan pergi.

Bukankah benar yang kukatakan? Semua perempuan butuh kepastian. Terlebih ketika menjalani hubungan yang lama. Menanyakan kepastian itu bukan tindak menekan atau memaksa. Hanya meminta suatu kata, pasti atau tidak. Sehingga tak ada waktu yang sia-sia.

Tapi,
Semua laki-laki sama saja.
Belum ada yang membuat mataku terbuka.
Bahwa ada satu laki-laki berbeda.

•••

HAH?
JADI SELAMA INI DIA SAMA SAQIF? DAN SAQIF NGEBUANG KEYRINA GITU AJA? GILA!

KEYRINASAQIF
ATAU
KEYRINANDA?

PLEASE VOTE DAN COMMENT DONG BIAR SAMPE 200VOTENYA PLEASE JANGAN JADI SIDER DUNGS:(

GOMAWO🙏💙

Another TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang