Aku terlambat.
Aku memang berhasil menemukannya lagi. Betapa bersyukurnya aku saat melihat punggungnya lagi. Tapi, di balik punggung itu adalah sebuah neraka yang berkobar tepat di hadapannya. Sedetik aku merasakan kehidupan kembali padaku, tapi mereka kembali lenyap detik berikutnya.
Aku berlari ke arahnya mengabaikan segala ancaman bahaya yang ada. Telapak tangan kiriku langsung menutup kedua matanya. Terasa air mengalir di dalamnya.
"Tutup matamu," bisikku tepat di telinga kanannya.
Mulutnya terbuka ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada suara yang keluar. Hatiku seolah disayat oleh kata-kata tak terucap itu.
"Percayakan padaku. Aku akan membawamu keluar dari sini."
Selang beberapa detik, akhirnya aku merasakan belaian bulu matanya ke bawah dan ia memeluk leherku dengan erat. Perlahan kucium telinganya saat kepalanya sudah bersandar di sebelah kepalaku, menghadap ke belakang. Dengan satu ayunan, kuangkat ia dengan tangan kiriku. Tangan kananku mengeratkan genggaman dengan senjata.
Kehidupan di tangan kiriku, kematian di tangan kanan. Aku harus keluar dari neraka ini.