21. Rain

3 0 0
                                    

Aku menghela nafas di depan pintu besar kampus. Di depanku adalah pemandangan para mahasiswa duduk di tangga dengan latar belakang hujan. Hujannya tidak sangat deras tetapi tidak juga gerimis yang bisa ditembus dengan berlari.

Dengan hati-hati, aku turuni tangga itu di sela-sela gerombolan mahasiswa sambil mengeluarkan payungku. Tidak sengaja, aku melihat dia yang duduk sendirian di dekat ujung tangga. Aku pun menghampirinya dan menepuk pundaknya.

"Oi." Ia berbalik dan melihatku.

"Eh, kamu. Baru mau pulang?"

"Iya. Kamu sendiri?"

"Menunggu hujan, lah. Sudah sejam tidak berhenti-henti."

"Hmm. Mau bareng? Ada payung nih." Aku mengajaknya.

"Serius nih? Tidak apa-apa?"

"Tak apa-apalah. Kan kos kita dekat."

"Oke deh. Makasih ya." Ia tersenyum sambil berdiri. Ia menyandang tasnya di depan.

"Sama-sama. Sebentar, aku pakai jaket dulu."

"Sini, biar kupegang dulu." Ia pun mengulurkan tangannya. Aku pun tersenyum dan mengucapkan terima kasih sambil menyerahkan tas dan payungku.

Beberapa lama kemudian, kami pun berjalan berdampingan menembus hujan di bawah payung yang sama. Saat kami sampai di tempat teduh, kedua bahu kami basah karena payungnya kekecilan.

Aku dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang