35. Unusual Bet

5 0 0
                                    

Aku membimbingnya masuk ke kamar rawat. Aku menggenggam erat tangannya dan dengan hati-hati membawanya menuju kasur. Aku memberitahunya beberapa titik yang harus diperhatikan agar ia tidak terluka.

Akhirnya, ia duduk di atas kasur dengan mata tertutup. Perban di matanya sudah dibuka tadi. Meski demikian, ia menolak membuka matanya karena merasa akan menakutkan orang lain dengan tatapan kosongnya.

"Lagipula, dibuka pun tak ada gunanya," katanya saat itu. Aku tidak bisa melihat ekspresinya karena ia membelakangiku. Namun ada sarat kesedihan yang terdengar.

Aku memegang tangannya yang bertumpuk di depannya. Aku juga menyelipkan tangan satu lagi dibawahnya. Dengan begini, aku menggenggam kedua telapak tangannya.

"Jangan khawatir. Dokter sudah bilang, kebutaan ini hanya sementara saja. Tak lama lagi, kamu pasti bisa melihat lagi."

"Semoga saja."

"Jangan menyerah begitu."

" Aku tahu keadaanku sendiri."

Aku mengeratkan genggamanku. Aku tidak ingin ia menyerah seperti ini. Sejak kecelakaan itu, ia tidak pernah tersenyum lagi. Aku tidak ingin ia terus seperti ini. Bagaimana caranya agar ia bisa bersemangat kembali? Aku memutar otakku dengan sekeras-kerasnya.

"Hei, bagaimana kalau kita taruhan?"

"Taruhan? Mengapa tiba-tiba?"

"Kita taruhan kapan kamu bisa melihat lagi. Aku percaya, 3 bulan lagi kamu sudah bisa melihat wajahku lagi. Kalau aku benar, aku akan mengabulkan satu keinginanmu."

"Taruhan macam apa itu? Kamu yang menang malah aku yang untung."

"Supaya kamu bisa sembuh. Sebagai gantinya, kalau kamu yang menang, dengarkanlah satu keinginanku."

"Kalau seperti ini, mending kamu yang menang."

"Benar, kan? Makanya, percayalah kamu pasti akan sembuh." Aku berkata dengan yakin.

Ia berbisik kecil. Aku tidak bisa mendengar apa-apa.

"Kamu bilang apa?"

"Bukan apa-apa. Baiklah, aku terima taruhan ini."

"Oke," aku tersenyum lega. Aku bersyukur ia mau menerima taruhan bodoh ini.

"Ah, aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu besok."

"Da dah."

Aku mengambil tasku dan memeriksa isinya. Kemudian berjalan keluar dari ruangan.

"Karena kamu selalu optimis seperti ini, aku tidak pernah bisa menyerah." 

Aku dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang