19. Holiday

10 2 0
                                    

Hari itu Minggu yang tenang tanpa kegiatan. Kami berdua sama-sama tidak memiliki kerja. Sejak pagi aku sudah beristirahat di sofa ini. Berbaring, menonton, bermalas-malasan. Benar-benar surga.

Ah, tidak. Kutarik kata-kataku, ini belum surga. Dia belum ada di sampingku. Sejak pagi entah apa yang dia kerjakan, sibuk sendiri. Dia juga butuh istirahat.

Aku sudah menyuruhnya berhenti bekerja beberapa kali, tapi dia selalu berkata sebentar lagi. Kali ini, ia benar-benar harus berhenti. Aku bangkit dari sofa dan memanggil namanya. Terdengar jawaban dari kamarku. Kebingungan, aku masuk ke sana.

"Sedang apa kamu di sini?" Aku bertanya sambil masuk ke kamar yang pintunya terbuka itu. Terlihat dia sedang berlutut di depan lemari pakaianku sambil memegang sebuah sweater.

"Aku sedang memasukkan pakaian yang sudah bersih. Lalu aku menemukan pakaian-pakaian bekas ini. Aku terpikir, kita bisa melakukan garage sale untuk menambah dana acara kita nanti."

"Ah ya, ide yang bagus. Rapat besok akan kita bahas," jawabku dengan tidak bersemangat. Dia ini begitu rajin sampai ambang batas workaholic. Liburan begini masih terpikir kerja.

"Jangan pikirkan itu lagi. Istirahatlah, melelahkan memikirkan pekerjaan terus," ucapku sambil menutup lemari pakaianku. Ia tertawa kecil, lalu berkata,

"Iya, iya. Padahal dari pagi kamu cuma menganggur."

"Tugasku kan, memastikan kamu mendapat istirahat yang cukup. Omong-omong, sweater itu," aku menunjuk sweater yang masih ia pegang. Aku tahu pakaian itu, hadiah ulang tahun yang ukurannya terlalu besar jadi jarang kupakai.

"Ah, aku menemukan ini tadi. Desainnya lucu, bahannya juga bagus. Apakah kamu masih memakainya?" Ia berdiri lalu mulai berjalan. Aku juga mulai bergerak ke ruang tamu

"Tidak sih, tidak cocok. Kamu mau?" Aku menjawab asal sambil berjalan berdampingan dengannya. Aku benar-benar tidak menyangka ia akan menjadi sangat senang.

"Boleh?" Ia bertanya dengan mata berbinar-binar menatapku.

"Te, Tentu saja," jawabku sedikit terbata-bata.

"Terima kasih banyak." Ia tersenyum lebar kepadaku.

Ya Tuhan, pahala apa yang kupunya sampai dapat pasangan yang begini imut?

"Sebetulnya beberapa akhir ini aku sering merasa kedinginan. Tapi jaketku itu tidak enak dipakai sambil tidur. Sweater ini sangat cocok untukku." Ia bercerita sambil memakai sweater coklat muda itu di depan mataku. Aku berhenti ternganga melihatnya di samping sofa ruang tamu.

Ia benar-benar tenggelam dalam sweater itu. Tangannya menghilang dalam lengan panjang sweater itu. Begitu juga celana pendeknya yang kalah panjang. Bagian lehernya membuka menampakkan tulang selangkanya yang tertutup kaos pink. Anjing corgi yang terjahit besar di tengah-tengah tersenyum polos di perutnya.

"Lucunya," ucapnya dengan bahagia sambil memandang anjing itu.

"Iya lucu," jawabku menimpalinya (aku tahu kalian mengerti maksudku).

Aku memberinya isyarat mendekat ke arahku. Ia menurut sambil melipat lengan sweater itu agar tangannya bisa keluar. Saat ia tepat di depanku, aku langsung memeluknya dan menjatuhkan diri ke sofa. Ia memekik kaget dan aku tertawa lepas mendengarnya.

Sekarang, liburan ini benar-benar menjadi surga bagiku.

Aku dan DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang