"Kenapa wajahmu lesu begitu?"
"Ntahlah."
"Oh. Sudah bereaksi ya?"
"Apa?"
"Sudah terlihat dari matamu. Kau akan bereaksi sebentar lagi. Terima sajalah. Ini takdir."
"Tidak. Ini dapat di hentikan."
"Jika kau memilih sebuah pilihan. Maka pilihan itu akan menjadi pemimpin di hidupmu. Dan inilah pilihanmu sendiri." Tuan Im berjalan meninggalkan Woojin sendirian di tepi lereng bukit.
Sejujurnya ia sendiri sudah merasa sangat sakit di bagian kepala serta sekujur tubuhnya. Ia merasa ingin meminum sesuatu. Meminum sesuatu yang berbeda."Hyunbin! Tunggu!" Woojin melirik kearah sumber suara. Matanya berubah warna secara instan, ia lalu mengendap-endap mengikuti mereka yang hendak memasuki kastilnya.
"Aku butuh darah."
"A-abeoji...kenapa..." hyeongseob tidak dapat membendung tangisnya saat matanya tepat menatap mata Woojin yang sekarang sudah sangat berubah. Hanya bagian kirinya yang menjadi hitam. Sebelah kanan terlihat normal. Namun tetap saja ini bukan Woojin yang ia kenal.
"Abeoji..." Woojin terdiam dan langsung mendekati leher Hyeongseob yang terlihat menggoda dalam radius yang sangat dekat ini.
"Wangimu, memabukan." Woojin merasa taringnya sudah cukup panjang dan siap menancap di leher salju Hyeongseob. Hyeongseob hanya dapat pasrah, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Jika memang ia berakhir seperti ini, tolong biarkan Woojin saja yang mengakhirinya.
Woojin sudah dapat merasakan taring itu menempel di permukaan kulit Hyeongseob. Woojin hendak menancapkan dua buah gigi tajam itu sebelum akhirnya ia melepas tautanya.
Woojin menunduk dan menyentuh kepalanya yang berasa berputar. Ia melirik Hyeongseob yang menatapnya khawatir. Ia sudah sadar.
"S-seob. Pergi. Cepat." Ucapnya terbata-bata. Woojin berusaha semaksimal mungkin melawan sesuatu yang berusaha menjadi dirinya seutuhnya, rasanya sakit.
"Cepat!" Hyeongseob dengan cekatan berlari keluar dari kastil tersebut. Ia mendapati Jihoon dan Hyunbin disana.
"Hyung! W-woojin..."
"Huh? Dimana?"
"Di dalam.
"Benarkah?" Hyunbin hendak melangkah kembali masuk namun pintu besar itu tiba-tiba tertutup rapat. Hyunbin dengan kasar mendobrak pintu besar itu, sayangnya ia lupa bahwa dirinya bukanlah anggota dari clan Fortissium."Apa kau yakin dia Woojin?" Jihoon menatap tubuh Hyeongseob yang dipenuhi luka-luka sayatan.
"Aku yakin. Dia benar-benar Woojin." Hyeongseob menghapus air mata yang masih tersisa di pipinya. Jihoon lalu mengalihkan pandanganya kearah Hyunbin, ia mencekal lengan Hyunbin sebelum saudaranya itu mati karena kesal tidak dapat membuka pintu itu.
"Hentikan,Bin."
"Tapi target kita ada di dalam sana!" Hyunbin hendak kembali melakukan aksinya, namun keduanya tiba-tiba membeku saat Hyeongseob buka suara."Apa itu Tuan besar Im...?" Jihoon dan Hyunbin spontan menengok dan mereka mendapati sosok pria tua dengan mata hitam legam.
"Jangan tatap matanya!" Jihoon memejamkan matanya begitu juga Hyunbin. Orang tua mereka berkata, jika berlama-lama menatap mata fullblood, yang menatap akan tersihir dan seperti di kendalikan.Hyeongseob hanya ikut memejamkan matanya, mata yang ini lebih seram dibanding Woojin, pikirnya.
"Cucuku yang lain?" Tuan Im berjalan mendekati Jihoon dan Hyunbin. Ia seperti mengabaikan keberadaan Hyeongseob disana.
"Park Jihoon? Kwon Hyunbin?"
"A-aku tidak bermaksud jahat." Jihoon meremas lengan Hyunbin kuat, Hyunbin hanya diam dan berusaha sekuat mungkin bersikap normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sharp Teeth - JinSeob ✔️
Fantasy"Because the undead have feelings too." -The Wimpy Vampire. [there's a private part. fantasy. bahasa.]